3 Permintaan

Elvina sampai di rumah Fawnia. Dia mengetuk pintu rumah itu, berharap segera dibuka. Pintu terbuka memperlihatkan laki-laki yang merupakan sepupunya. Matanya merah.

“Di mana Awni?” tanya Elvina. Pura-pura tidak peduli dengan Jauzan. Walaupun dia ingin memeluk sepupunya itu.

“Tidur, dia capek nangis kayanya,” kata Jauzan berusaha tertawa.

You ok?” Akhirnya Elvina menanyakan perasaan Jauzan.

Jauzan hanya menganggukan kepalanya.

Hari itu Elvina menemani Fawnia sampai tengah malam. Untung saja dia benar-benar tidak ada kerjaan. Kampus pun masih libur.

“Awni, Elv makan dulu ayo.” Jauzan mengetuk pintu kamar Fawnia yang di dalamnya ada dua perempuan tersebut.

“Makan apa, Jan?” tanya Elvina.

“Tadi gue delivery mcd,” jawab Jauzan.

“Ga sehat banget, ada bumil tau.”

“Ya, gue mana tau, Elv.”

Fawnia tertawa melihat interaksi kedua saudara sepupu itu.

“Gue nginep boleh ga, Awni?” tanya Elvina.

“Boleh kok, Elv,” jawab Fawnia.

“Kalau gue?” tanya Jauzan.

“Lo pulang, ngomong sama tante dan om. Orang gila,” kata Elvina sinis. “Eh, maksud gue gini Awni.” Kemudian sadar kalau Fawnia mendengar perkataannya.

“Nah, it’s ok. Gue paham kok, Elv.” Fawnia tersenyum. “Nanti lo mau tidur di kamar tamu? Atau kamar gue aja?” lanjutnya.

“Kamar lo aja boleh ga?”

“Boleh.”

Mereka bertiga melanjutkan makan dalam diam. Sibuk tenggelam dalam pikiran masing-masing.

Sampai pada akhirnya selesai makan, Jauzan memutuskan untuk pamit pulang.

“Aku pulang ya, Awni.” Katanya kepada Fawnia. “Gue balik, jagain Awni. Awas lo macem-macem.” Jauzan memperingati Elvina.

“Dih, lo liat kan tingkah aslinya gimana? Kalau gue sih ga mau sama Ojan, mending putusin deh Awni.”

“Hahaha, kita belum pacaran kok, Elv.”

Membuat suasana mereka cukup canggung. Jauzan merasa puas melihat Elvina yang canggung seperti itu. Baru saja ingin pergi, tangan Jauzan ditahan oleh Fawnia.

“Aku boleh ngomong dulu ga?” tanya Fawnia. Merasa dirinya tidak dibutuhkan dalam percakapan, Elvina pergi ke ruang tamu.

“Boleh. Kenapa, Awni?”

“Aku punya 3 permintaan, Zan.” Kata Fawnia.

What?” tanya Jauzan pelan sambil merapikan anak rambut Fawnia.

“Pertama, kalau orang tua kamu ga setuju, aku mohon kamu dengerin mereka ya. Kedua, kalau mereka setuju aku mau kamu ga terlalu berlebihan, tetep ingat prioritas kamu. Ketiga, aku butuh kamu sebagai support system aku, sebagai orang yang bisa aku sandarin. Bisa ga kamu kabulin 3 permintaan itu?”

Jauzan berpikir sejenak kemudian mengiyakan ketiga permintaan Fawnia tersebut.

“Udah kamu tenang aja, aku pulang ya,” pamit Jauzan.

“Iya, hati-hati, Zan.” Fawnia melambaikan tangannya.

Sampai di rumahnya, Jauzan langsung bergegas menemui Mamanya berniat memberi tahu mengenai Fawnia. Tetapi, yang didapatkannya adalah Mamanya yang sedang menangis. Jauzan panik dan segera menghampiri Mamanya.

“Ma, kenapa?” tanya Jauzan panik.

“Ga kenapa kok, Nak. Mama cuma kesal sama tante kamu. Mama minta pengertiannya aja, kita juga butuh uang. Tapi, mama malah dimaki sama dia.” Mama Yani menjelaskan.

“Tante Tia lagi ya? Tante itu kenapa sih? Biar aku yang ngomong.” Jauzan bergegas berdiri untuk pergi, tetapi Mama Yani menahannya.

“Udah, ga usah ya, Jan. Kita tunggu aja dia mau ganti uang-uang itu. Mama sebenarnya ikhlas kok. Tapi, kan kita juga butuh.”

Jauzan tidak pernah suka dengan adik dari Mamanya tersebut. Mulutnya sangat suka nyinyir. Tidak jarang Jauzan dan Elvina mendapatkan hinaan dari tante mereka itu. Apalagi mengenai kebiasaan Jauzan dan Elvina yang sering pergi ke club malam.

“Ojan mau ngomong apa?”

“Ma, ini bakalan panjang dan mungkin Mama bakalan kaget. Juga mungkin Mama ga bakalan setuju. Tapi, dengerin Ojan selesai ngomong ya, Ma?”

Perkataan tersebut malah menimbulkan rasa panik dari Mamanya. “Kenapa, Nak? Kamu kenapa lagi? Ya Tuhan.”

“Ma tenang, Ma. Dengerin aku dulu.” Jauzan berusaha menenangkan Mama Yani. Kemudian menjelaskan semuanya. Menjelaskan mengenai Fawnia yang hamil.

Mama Yani yang mendengarkan terdiam. Bingung harus memberikan respon seperti apa.

“Mah?” panggil Jauzan.

“Beneran bukan anak kamu, Jan?”

“Iya, Ma.”

“Mama bingung, Nak. Kenapa kamu yakin banget?”

“Ma, aku juga bingung. Tapi, aku ngerasa kalau aku ninggalin Awni lagi. Aku bakalan nyesal, Ma.”

“Kamu udah dewasa, Jan. Kamu tau apa yang terbaik buat kamu. Nanti Mama bicara sama Papa kamu ya.”

“Mama ga masalah pacar Ojan hamil anak orang lain?” Benar, mereka memang belum berpacaran. Tetapi, Jauzan selalu mengatakan bahwa Fawnia adalah pacarnya ke kedua orang tuanya.

“Dia beneran dipaksa?” Mama Yani memastikan.

“Iya, Ma.”

“Mama ga tega dengarnya Jan. Kasihan banget anak manis kaya Fawnia harus ngalamin hal ini. Seharusnya mama bangga sama kamu, kamu masih mau terima pacar kamu. Di luar sana banyak laki-laki yang ninggalin pacarnya padahal pacarnya hamil anaknya sendiri. Mama ngerasa udah ngedidik anak dengan benar. Nanti ajak Fawnia kesini ya.”

Jauzan tersenyum dengan sangat lebar, “iya, Ma. Makasih ya, Ma.” Jauzan memeluk Mama Yani dengan erat.

Jauzan yakin dengan pilihannya dan merasa beruntung orang tuanya mau menerima keadaan Fawnia. Dia yakin dapat memenuhi 3 permintaan yang diberikan oleh Fawnia kepadanya. Sangat yakin sampai senyumnya tidak pudar dari wajahnya.