Anti Basic
Puas berjalan dan membagikan banyak video dan foto di media sosial. Keduanya memutuskan untuk pergi ke studio. Perjalanan kali ini hanya dipenuhi suara dari radio dan suara Yordan dan Grizella yang bersenandung mengikuti lagu yang terputar.
Ketika sampai ke tempat tujuan, mereka tidak langsung masuk ke dalam Studio. Menyempatkan untuk membeli beberapa minuman dan cemilan di warung depan. Setelahnya mereka masuk dan duduk dengan manis di sofa.
Yordan mengambil kaleng minuman soda dan dibukanya. Dia memberikan botol yang telah terbuka itu kepada Grizella. “Thanks, Dan.” Yordan hanya tersenyum.
Mereka sibuk dengan minuman masing-masing. Terlalu banyak hal yang ada di kepala. Hingga satu suara memecah keheningan.
“Dan, aku mau ngomong.” Grizella yang memecah keheningan tersebut.
“Aku juga,” balas Yordan.
“Kamu aja dulu kalau gitu,” Grizella tersenyum dan mempersilahkan Yordan untuk bercerita terlebih dahulu.
Yordan meneguk air dalam kemasan yang dipegangnya sejak tadi. Menimbang-nimbang kalimat yang harus diucapkan.
“Kenapa, sayang?” tanya Grizella mengelus tangan Yordan. Perasaannya mulai tidak enak. Grizella mulai menebak-nebak apa yang akan disampaikan Yordan.
“Aku dijodohin, Griza.” Yordan mengatakan itu dengan kalimat lantang seraya menutup matanya. Kemudian menundukan kepala, pasrah.
Grizella tersenyum. Perempuan itu diam tanpa memberikan jawaban, membuat Yordan membuka mata dan menoleh ke sang puan.
“Kamu beneran udah tau?” tanya Yordan yang direspon anggukan kepala dari Grizella.
“Kenapa ga cerita?” Grizella diam. Bingung. Yordan menatap sang kekasih dengan tatapan sayang dan mata berkaca.
“Susah, Dan. Waktu itu aku sempat tanya kamu dan kamu milih buat ngikutin orang tua kam-”
Omongan Grizella dipotong oleh Yordan. “Iya, tapi kalau waktu itu kamu ngomong ke aku. Aku pasti bakalan ngomongin semuanya sama Mami. Pasti Mami bakalan dengerin aku, sayang.” Kalimat Yordan penuh dengan penekanan walaupun dia tetap berusaha menyampaikannya dengan halus.
“Dan.” Grizella menakan nama Yordan, membuat laki-laki itu terdiam. “Dengerin aku dulu. Ga gampang buat aku ngomong ke kamu. Kamu tau ga gimana perasaan aku waktu dengerin itu? Ga tau, Dan. Kamu ga tau. Aku sayang sama kamu dan ga mungkin aku bakalan berusaha buat ngerusakin hubungan kamu sama mami kamu itu.”
Grizella menarik napas. “Aku juga ga yakin kamu bakalan percaya kata-kata aku. Kamu udah terlalu menempel tau ga sama kehidupan serba ada kamu itu. Kelihatan banget kalau kamu ga bakalan bisa lepasin semuanya. Aku denger, Dan. Aku denger mami kamu bilang bakalan ngapain aja kalau kamu ga nerima perjodohan itu. Jadi jangan salahin aku.”
Kedua lovebirds itu terdiam. Sibuk berputar dalam pikirannya masing-masing.
“Kita bicarain lagi nanti ya, Griza.” Putus Yordan. “Kita butuh kepala dingin,” lanjutnya. Yordan meraih tangan Grizella yang ditepis perempuan itu.
“Ga bisa, Dan.”
“Maksud kamu?” tanya Yordan heran.
“Aku bakalan berangkat besok,” kata Grizella dingin.
“Maksud kamu?” Yordan mengulangi pertanyaannya. Takut dia salah tangkap atau salah dengar.
“Aku bakalan berangkat besok, ke Jerman. Aku lolos program student exchange.” Perempuan itu menyandarkan badannya ke sofa.
“Griz, maksudnya apa sih? Aku ga pernah dengar loh.” Yordan memutar badannya agar dapat melihat Grizella dengan baik.
“Iya, karena aku ga pernah cerita,” jawab Grizella. Perempuan itu menatap mata Yordan.
Terpancar dari tatapan itu rasa sakit. Dua-duanya sama-sama sakit. Tidak ada yang lebih atau kurang. Rasa sakit yang dirasakan sama.
“Griz, kita beneran pacaran ga sih?” Entah kenapa pertanyaan itu timbul dari mulut Yordan.
Kemudian dia melanjutkan. “Aku ngerasa kita ga pernah tau satu sama lain. Kita belum kenal satu sama lain, Griz.” Yordan menunduk. Pusing.
“I’m sorry, Dan. Aku ga mungkin bisa nyuruh kamu milih aku atau masa depan kamu kan. Jadi, menurut aku ini keputusan tepat buat aku pergi.”
“Griz, I’m begging you to not leave me. I can’t live if it’s not with you.”
“You can, Dan. Sebelum sama aku kamu juga baik-baik saja kan?”
“No, I’m not.” Air mata Yordan mulai berjatuhan. “How’d you know?”
“I just know you will.”
30 menit berlalu dengan keduanya berdiam diri.
“Udah? Kamu ga mau ngomong lagi kan? Aku pulang aja ya, besok aku harus berangkat, Dan.”
“Ga, diem. Biarin aku mikir dulu,” jawab Yordan. Dia menahan tangan Grizella.
“Kamu mau ngapain sih? Dan, kamu tau ga gimana kamu mudah banget ngeluarin uang? Kamu yakin bisa lepasin semua itu? Lagian aku juga bakalan berangkat,” kata Grizella.
“Kamu ga bakalan selamanya di sana, Grizella Asha.” Untuk pertama kalinya semenjak pacaran Yordan memanggil nama Grizella dengan lengkap.
“Please, let me think. Aku harus ketemu cara buat bisa pertahanin hubungan kita. Kamu ga mau lagi sama aku?”
Grizella memilih diam. Dia juga tidak ingin hubungan percintaannya gagal lagi. Terutama dengan seorang Yordan Ward.
“I’ll leave my house.”
“Dan, are you insane?” Grizella tentu kaget dnegan keputusan Yordan.
“Of course, I am.”
“Ga, lo gila.”
“I choose you, Griza.”
“I’m not proud about it, Dan. Kamu ga mikir kedepannya?”
“Aku udah mikirin semuanya, Griza. Just believe in me.”
“Kamu bakalan tinggal di mana?”
“Kosan Finn,” jawab Yordan tanpa pikir panjang.
“Emang diizinin?”
“Udah urusan gampang.”
“Aneh,” kata Grizella.
Yordan tertawa.
“Ga ada yang nyuruh ketawa,” kata Grizella.
“I’m just happy. Setidaknya hubungan kita baik. And I’ll wait for you. Aku bakalan buktiin aku bisa hidup tanpa semua itu ke kamu, terutama ke Mami.”
“Kamu jadi anak durhaka tau ga, Dan.”
“Well, mereka yang ngeremehin aku.” Yordan mengeratkan genggaman tangannya di tangan Grizella. “You really have to go?”
“Like you said, I’m not stuck there forever.”
“Tapi, kamu tetep pergi.” Kata Yordan memeluk Grizella erat.
“Just for 6 months from now.” Grizella membalas pelukan Yordan, tightly.
“Griza, I really love you. Kalau ada apa-apa cerita ke aku. Kita pacaran loh.”
“I will, you please do the same. And I love you too.”
“I will.”
“Ok, Mr. Basic.”
“No, I’m anti basic.”
They laugh while hugging each other. Don't care about what will happen next. As long as they are still together, it's enough for them.
fin