Cewek bunga

Disclaimer that I’ve never been there (gue ke Bandung terakhir kali udah berapa tahun yang lalu), just do some research from my friend that live there and mostly from internet. So, kalau ada yang aneh PLEASE do tell me. Gue butuh masukan banget. Thanks.

Seperti kata Kak Hart kemarin sore kalau bidang akademis itu bukan bidang gue banget. Gue setuju dan seneng dengan respon dia yang gitu. Karena gue merasa dihargai aja sebagai human being. Menurut gue gak semua orang itu harus pinter, yang paling penting kan keinginan dan ketekunan untuk belajar. Iya ga sih?

Gue suka belajar kok. Bedanya bukan pelajaran akademis, seperti matematika dan sebagainya. Bisa ngantuk seharian gue kalau harus belajar itu doang. Gue suka ngelukis, gue suka masak, gue suka baking, dan masih banyak lagi. Oh, gue hampir lupa satu, gue paling suka dengan bunga. Gue suka ngeliatin bunga-bunga di taman. Gue suka belajar tentang bunga. Pokoknya gue secinta itu sama bunga. Kata ibu waktu gue masih bayi, mama suka ngerawat bunga dan aku sering ada di sekitar mama saat itu. Mungkin itu kali yang jadi alasan gue bisa se-attached ini dengan bunga.

Karena itu, tiap hari libur atau waktu luang gue selalu nyisihin waktu untuk pergi ke taman. Taman pustaka bunga. Iya tau di situ bunganya ga banyak-banyak amat. Tapi, taman itu yang paling mudah gue gapai dengan naik sepeda. Sekalian olahraga pikir gue. Seperti pagi ini, pagi-pagi buta banget gue udah ngayuh sepeda ke taman dan berjalan-jalan di sana. Udaranya masih segar. Gue seneng.

Abis itu gue duduk di kursi yang disediain di taman ini, sambil mikirin apa yang harus gue lakuin jam 10 nanti. Kata Kak Hart dia bakalan bantuin gue buat belajar, berdua doang, karena temen-temennya udah di rumah mereka masing-masing. Mereka bisa bantuin gue dan Haira di sore hari aja. Haira sih milih buat belajar sore aja. Kata dia biar gue bisa ngabisin waktu sama Kak Hart. Padahal gue tahu kalau dia males aja buat belajar dua kali dalam sehari.

Setelah berpikir keras, gue sadar kalau gak ada yang bisa gue lakuin selain nerima kenyataan kalau sesi belajar gue bakalan mulai 2 jam dari sekarang, sama Kak Hart hehehe. Dari semua sesi belajar yang gue lakuin dari lahir sampai umur 17 tahun. Kayanya sesi belajar sama Kak Hart adalah yang paling gue nanti-nanti. Baru kali ini gue excited karena mau belajar. Aneh banget, tapi kalau gak aneh bukan Anulika.

Akhirnya gue mutusin untuk balik sekarang, karena gue harus mandi dan harus totalitas cantik di depan Kak Hart. Gue ngambil sepeda yang selalu gue parkir di bagian belakang taman. Sebelum beneran balik ke rumah, gue berniat buat beli minuman di warung dekat situ. Hari ini gue lupa untuk bawa tumbler minum sendiri. Biasanya gue selalu bawa kok. Waktu gue lagi bayar dan ngomong terima kasih ke mamang yang jualan. Di samping gue, berdiri cowok tinggi jangkung juga ikut beli air minum. Cowok itu wangi, walaupun sedikit tercium bau keringat dari tubuhnya. Jadi gue bisa tebak kalau dia baru selesai lari pagi.

Tiba-tiba gue dikagetin dengan seruan nama gue yang keluar dari mulut cowok di samping gue. Suaranya familiar dan setelah gue ingat-ingat wanginya juga familiar. Dengan cepat gue nengok ke arah cowok itu. Benar saja kalau jodoh itu gak kemana, pikir gue. Soalnya yang saat ini berdiri di samping gue adalah Kak Hart, yang sedari tadi gak pernah keluar dari kepala gue. Dia berdiri dengan wajah lelah abis lari, tapi di mata gue dia ganteng banget. Gue baru sadar usaha gue buat terlihat cantik dan totalitas gagal total karena ketemu dia di sini.

“Hai,” katanya. Dia ngebuka tutup botol air minum yang baru aja dia beli dan meminumnya dengan sekali teguk. Gue nahan napas, pengen teriak.

Gue balas sapaannya dengan ngomong di bawah napas, “Halo, Kak Hart.”

“Lo ngapain di sini?” tanyanya. Dia nunjuk ke arah kursi, “Duduk di sana aja yuk.” Ngajakin gue untuk duduk dan ngobrol. Gue ngintil di belakang dia dan duduk tepat di sampingnya.

“Kalau hari libur aku sering ke sini, Kak. Soalnya deket rumah. Sekalian ngeliat bunga.” jawab gue jujur. Tenggorokan gue rasanya kering setelah ngeliat Kak Hart. Jadi, gue buka lagi botol air minum yang tadi gue beli dan gue minum.

“Cantik ya?” Gue yang denger itu otomatis nyemburin air yang lagi gue minum. Syukurnya gak ada orang yang lagi berdiri di depan gue. Kalau ada kayanya dia bakalan marah banget ke gue.

“Eh, tunggu, gue beliin tissue.” katanya sambil beranjak ke depan warung mamang tadi. “Minumnya pelan-pelan aja, Anulika.” lanjutnya.

“Kaget, Kak. Tiba-tiba dibilang cantik.” kata gue percaya diri.

Dia ketawa. Sial. Kayanya gue abis melakukan hal memalukan lagi. “Maksud gue bunganya, Anulika.” Kan, bener. Gue langsung ingin menguburkan diri detik ini juga. Tapi, apa daya karena gue cuma bisa ketawa pelan karena malu.

“Jam 10 nanti ga lupa kan?” tanyanya.

“Iya gak kok, Kak.” jawab gue yang ternyata nutup obrolan kita berdua karena akhirnya berujung diam. Gue gak tau kalau gue bisa jadi convo killer. Gue memutar otak dengan cepat untuk melanjutkan obrolan. “Kak Hart ngapain di sini?” Pertanyaan bodoh lagi yang keluar dari mulut gue.

“Gue abis lari pagi, tuh di Gasibu.” kata dia.

“Oh gitu. Udah biasa kak?” tanya gue. Emang kalian ada yang tahu kalau Kak Hart adalah orang yang suka lari. Gak ada kan. Jadi gue nanya itu.

“Ke Gasibu atau lari?” tanya dia sambil nengok ke gue. Dia sedikit menunduk, lengannya bertumpu di kedua pahanya. Tatapannya dari bawah itu super duper bikin teriak.

“Lari dong, Kak. Ke Gasibu mah pasti baru beberapa hari di sini kan.” jawab gue. Kemudian pura-pura untuk minum lagi karena gue malu dia masih ngeliatin gue.

Dia ketawa, renyah banget, “Tahu kok. Bercanda doang, Anulika. Kita mau balik bareng atau gimana?” tanya dia yang gue jawab dengan anggukan kepala.

“Boleh deh, Kak.” Gue senyum.

“Ok, ayo.” Dia berdiri lebih dulu dan ngebuang sampah botol yang udah kosong. Abis itu ngulurin tangannya ke gue yang masih duduk di kursi. Hal-hal kecil kaya gini yang buat gue gila. Walaupun gue emang udah gila dari awal. Tapi, gue jadi tambah gila.

Kak Hart punya banyak cara buat nunjukin pesonanya. Dia tahu cara untuk attract perempuan. Sadar maupun gak sadar. Gue yang awalnya pun bercanda doang karena suka dia sebagai idola, kayanya perlahan mulai jatuh beneran ke dia. Sejujurnya gue takut kalau Kak Hart cuma bersikap sopan selayaknya tetangga atau kakak dari Haira ke gue. Tapi, gue gak perlu mikirin itu dulu. Gue harus nikmatin semua sikap baik Kak Hart ke gue dari awal kita ketemu – bahkan kenal. Gue tanya, siapa sih yang gak takut jatuh cinta sama seorang seperti Kak Hart?

“Gue lupa lanjutin pertanyaan gue. Lo suka bunga banget ya?” Kita ngobrol sambil jalan ke tempat sepeda gue diletakkan.

“Banget, Kak.” jawab gue. “Kenapa emangnya?” lanjut gue.

“Oh gak, penasaran aja. Gue pikir lo cewek kue.” Dia senyum singkat.

“Yang di tiktok itu yaa?” jawab gue semangat. Cewek kue itu sebutan untuk cewek-cewek yang instagramnya warna-warni. Itu yang gue pahami, tapi gue juga gak begitu tau asal muasalnya cewek kue itu darimana. Karena ada juga yang bilang kalau cewek kue itu karena postingannya serba kue atau suka kue, dan ada juga yang bilang itu sebutan cewek yang pakaiannya warna cerah seperti pink, biru, kuning, dan sejenisnya.

“Iya,” jawab Kak Hart. “Gue stalk Instagram lo soalnya. Sorry.

Deg. Kak Hart sehari gak buat jantung gue degup kencang kayanya gak kenyang.

“Gapapa kali, Kak. Aku jadi sadar aku jarang upload tentang bunga. Kayanya aku lebih sering nikmatin aja gitu, dibandingin foto mereka.” jawab gue cepat, menahan bibir untuk tersenyum, terutama jantung gue yang berdegup kencang. Kita berdua akhirnya sampai di tempat sepeda gue tadi gue taruh.

“Udah pernah ke Kebun Begonia?” tanya dia. Gue ketawa karena berasa gue yang jadi turis di sini. Walaupun emang sih itungannya gue baru 3 tahun tinggal di sini – di luar waktu gue masih bayi.

“Pernah sekali. Pengen sering-sering tapi jauh.” jawab gue sedikit cemberut.

“Yaudah nanti kita pergi bareng.” kata dia. Gue hanya berharap kepada Tuhan untuk gak ngambil sisi manis Kak Hart ini jauh-jauh dari gue. Selama di Bandung, responnya jauh berbeda dengan respon dia lewat chat yang awalnya kita lakukan, singkat dan padat. Gue cuma ngangguk-ngangguk aja dan tersenyum. Kemudian ngambil sepeda gue.

“Cewek bunga.” bisiknya pelan yang gak sengaja terdengar di telinga gue. Pipi gue memerah karena gue yakin panggilan itu ditujukan ke gue. Selama perjalanan balik ke rumah, banyak pertanyaan-pertanyaan yang dia lontarkan. Begitu juga dengan gue yang banyak bertanya ke dia. Rasanya hari ini jadi momen berharga buat gue karena bisa satu langkah lebih dekat dengan Kak Hart. Happy friday, Anulika.