Eudaimonia

Memasuki minggu ke-10 kehamilan cukup melelahkan bagi Pamela. Badannya mulai terasa berat dan begah. Tetapi, semangat untuk bekerja yang dimiliki wanita itu terlalu kuat.

Ketika dokter mengatakan bahwa janin yang ada di perutnya sangat sehat dan kemungkinan bahwa tidak akan terjadi masalah apapun walaupun sang ibu aktif bergerak, membuat Pamela semakin yakin untuk kembali bekerja. Lebih tepatnya mengawasi pekerjaan karyawannya.

Johnny yang tahu betul tentang Pamela yang mudah kelelahan tentu saja tidak mengizinkan wanita itu untuk pergi bekerja. Terutama untuk trimester pertama ini. Setidaknya, Johnny ingin Pamela melewati trimester pertama dengan tidak begitu berat.

Johnny sadar dengan sifat sang istri yang workaholic dan keras kepala. Sehingga, larangan tersebut benar-benar dipaksakannya. Pamela tentu sering merasa bosan harus berdiam di dalam rumah sendirian.

Walaupun tidak sepenuhnya sendiri. Karena, Johnny selalu memanggil Kanista, Jenggala, atau yang lainnya untuk menemani Pamela.

Johnny pun tidak pernah luput untuk terus menelpon sang istri saat sedang break time di kantornya. Seperti yang saat ini dilakukannya.

“Halo sayang, di rumah lagi ramai ya?” Terdengar suara-suara berisik dari seberang telepon.

“Halo sayang, lagi break time, ya? Iya di rumah lagi ramai. Ada Jenggala bawa teman-temannya untuk bantu-bantu syukuran rumah baru katanya.” jawab Pamela dari ujung telepon.

Benar. Sejak mengetahui kehamilan Pamela, Johnny merasakan urgensi untuk membeli rumah. Banyak pertimbangan yang dilakukan, tetapi kebanyakan menyangkut kenyamanan Pamela.

Rumah yang saat ini ditempati keduanya sangat nyaman, tetapi Pamela merasakan rumah ini terlalu besar. Walaupun, tidak begitu jauh berbeda dari rumah orang tuanya. Tetapi, untuk dia yang saat ini lebih sering sendiri di rumah tentu rumah ini terlalu besar.

“Bagus deh kalau gitu. Setidaknya kamu ga sendirian. Kamu beneran ga mau ada ART yang bantu-bantu gitu, Pam? I mean yang live in.” tanya Johnny. Keduanya, memiliki ART yang datang seminggu 2 kali setiap pagi untuk bersih-bersih rumah.

“Ga perlu-perlu banget untuk sekarang. Lagian aku bosen tahu di rumah ga ngapa-ngapain. Jadi mending aku bersih-bersih sedikit. Johnny dapat membayangkan wajah sulky Pamela saat mengatakan ini.

“Kalau trimester ketiga udah selesai kamu boleh balik ke bakery lagi kok.” kata Johnny dengan sedikit tawa.

“Tapi, aku mau sekarang. Habis acara syukuran aja boleh ga? Kata dokter kan janinnya kuat dan yang penting aku ga kelelahan.” Pamela memohon agar permintaannya dikabulkan.

“Bumil ini bandel banget, ya.” kata Johnny. Diam semenit dan dia melanjutkan perkataannya, “Mulai minggu depan mau ga?” tanya Johnny. Mempertimbangkan bahwa sang istri juga tidak boleh stres berlebihan.

“Mau!” seru Pamela girang.


I’m home. Darling, where are you?” Semenjak menikah, kata-kata tersebut menjadi hal pertama yang dikatakan Johnny tiap pulang kantor.

Tidak kunjung mendapatkan respon, Johnny langsung mengecek kamar tidur mereka. Dilihatnya Pamela yang telah berbaring di atas tidur dengan selimut yang hanya menutup bagian perut ke bawah.

“Pam, udah mandi belum?” tanya Johnny.

Pamela terbangun dan sedikit bingung, “Eh sejak kapan aku tidur?” tanyanya.

“Aku ga tau. Tadi aku manggil tapi kamu ga jawab, ternyata tidur.” ucap Johnny. Laki-laki itu tidak pernah lupa untuk mengecup kening Pamela. “Gimana tadi? Aku liat ruang tamu udah rapi banget. Berarti acara besok jadi ya?.”

“Seru. Mereka banyak bantu-bantu. Ada gunanya jugaz. Jadi dong, lagian yang bakalan datang juga dikit orang aja.” kata Pamela tertawa. “Aku masih ngantuk, tapi pengen mandi. Lebih ke pengen cuci rambut aja sih, udah lepek banget.” kata Pamela.

“Aku yang cuciin,” kata Johnny. “Btw, anak aku apa kabar hari ini?” tanya Johnny beralih ke perut Pamela.

“Baik dong, Pa.” jawab Pamela.

“Kapan sih dia mulai nendang-nendang gitu?” Johnny bertanya sambil menempelkan kepalanya di perut Pamela.

“Harusnya sih udah mulai, tapi belum berasa banget.” Pamela menyisir rambut Johnny dengan jari-jarinya.

“Yaudah ayo mandi.” ajak Johnny. Sebelum sepenuhnya berdiri, Johnny mengangkat Pamela ke pelukannya dan membawanya ke bathroom.

Pamela duduk di bathub, di belakangnya Johnny secara perlahan memberikan shampoo dan mengusap rambut Pamela pelan. Kegiatan tersebut diiringi dengan obrolan-obrolan ringan yang sering keduanya lakukan.

“Kamu udah kepikiran belum sih anak kita cewek atau cowok?” tanya Pamela.

Johnny menghentikan gerakan tangannya di kepala Pamela. “Cewek atau cowok aku seneng sih. Emang kamu pengennya apa?” kata Johnny melanjutkan kegiatannya.

“Aku juga seneng. Padahal waktu itu aku udah sempat takut banget ga bisa hamil.” cicit Pamela di akhir kalimat.

Johnny hanya tersenyum. Kemudian menyirami pelan rambut Pamela. “Udah nih, ayo kita ke kamar aku mau ngeringin rambut kamu dulu.”

Pamela berjalan terlebih dahulu ke kamar, sedangkan Johnny merapikan beberapa barang di kamar mandi yang tadi sempat dan tidak sempat digunakan.

“Tapi, aku beneran boleh mulai kerja kan? I just felt so stressed at home.” kata Pamela yang saat ini telah duduk di depan meja rias.

Johnny yang baru saja berjalan masuk ke dalam kamar langsung menanggapinya. “Boleh.” Pria itu mengambil hairdryer dan mencolok kabelnya di tempat yang kosong.

Kemudian mengaturnya ke volume sedang. “Tapi, tetap ga boleh sampai kecapean. Ingat kata dokter, Sayang.” Johnny mulai menyisiri rambut Pamela perlahan.

“Iya, tenang aja.” Pamela menjawab dengan intonasi senang.

Kemudian diam, diam yang nyaman. Johnny sibuk mengeringkan rambut Pamela, sedangkan wanita tersebut merasa terlalu nyaman hingga hampir tertidur.

“Rambutnya udah nih, tidur di kasur ayo.” Johnny membangunkan Pamela yang hampir tertidur.

“Makasih, sayang.” kata Pamela mulai beranjak dari duduknya. “Loh kamu ga tidur?” Pamela membalikkan badannya ketika dia merasa Johnny tidak mengikutinya ke tempat tidur.

“Aku mandi dulu, sayang.” Johnny tertawa kecil.

“Kenapa ga bareng aja sih tadi?” Pamela sedikit mengeluh, tapi karna rasa kantuknya dia memutuskan untuk tidur lebih dulu.

Johnny hanya dapat tertawa melihat tingkah sang istri. “Ga lama kok mandinya.”

Kemudian meninggalkan Pamela yang telah memeluk bantal guling dengan selimut sampai di bawah dagu. Selesai dengan kegiatan bersih-bersihnya, pria itu ikut masuk ke dalam selimut. Melepaskan pelukan Pamela dari bantal guling dan perlahan menarik Pamela ke dalam pelukannya.

Pamela pun mencari posisi ternyamannya di dalam dada Johnny. Memeluknya dengan erat dan tidur dengan nyaman. Johnny memberikan kecupan selamat tidur di kening, pipi, dan bibir Pamela. Kecupan terakhir untuk malam ini.