Footprints in the Sand

Ada banyak hal yang menjadi pertanyaan di benak Johnny saat ini. Tetapi, inti dari pertanyaannya adalah “Why did she leave him?”. Johnny tidak pernah merasa Pamela berbuat kesalahan dan begitu juga dengan dirinya. Tidak ada yang salah. Hanya, mungkin saja, mereka belum diberikan kepercayaan yang besar untuk seorang anak. Johnny tidak pernah mempermasalahkan hal tersebut. Sejak awal. Perhatian dan kekhawatirannya adalah Pamela. Dia bahagia atas kehadiran sang buah hati, dia juga sakit atas kehilangan tersebut. Tetapi, jika Johnny akan kehilangan Pamela, luka yang diberikan tidak akan pernah dapat sembuh. Luka tersebut akan bernanah, membusuk, dan bersemayam di dalam tubuh Johnny selamanya.

Semenjak menikah dengan Pamela, Johnny berusaha menjauhi rokoknya. Lebih tepatnya melupakan benda tersebut. Tetapi, terlalu banyak hal berat yang menimpanya, membuat lelaki itu kembali ke pelarian masa remajanya yaitu merokok. Hampir tiap hari, tidak, bahkan tiap jam susah untuknya lepas dari benda kecil dengan zat adiktif itu. Memikirkan segala kemungkinan yang ada. Tetapi, tidak akan pernah terlihat keinginan untuk menyerah dari Johnny. Hidupnya bergantung pada wanita itu saat ini.

Lelaki itu duduk di salah satu restoran, bersiap untuk makan malam, dia duduk menghadap pintu masuk. Berharap Pamela muncul dari pintu masuk tersebut dengan keadaan sehat. Sia-sia. Bahkan, setelah piringnya diangkat oleh pelayan restoran, batang hidung Pamela tidak kunjung terlihat. Sama sekali tidak ada tanda-tanda bahwa wanita itu ada di sekitarnya. Johnny menghembuskan napas panjang, memijat pelipisnya. Menyerah? Tentu tidak. Masih ada hari esok untuknya. Lelaki ini terlanjur memberikan seluruh waktu dan hidup untuk Pamela. Bahkan, jika disuruh memilih antara nyawanya atau Pamela, dia akan dengan tidak logis memilih Pamela.

Nihiwatu. Tempat luar biasa bersejarah untuk pasangan ini. Johnny berpikir untuk mengambil sedikit waktu berjalan di sekitar pantai. Sedikit mencari udara dan menurunkan makan malamnya. Tenang. Dia melihat beberapa jejak kaki yang ditinggalkan seseorang. Johnny berjalan mengikuti jejak kaki tersebut. Membuat jejak di sebelahnya, seakan jejak kaki itu berjalan beriringan dengannya. But, he never knew that the footprints in the sand would lead him to her. To love of his life. But, the moment he saw her. He can’t approach her, just standing there, stiff.

Johnny mengepalkan tangannya kuat, bertengkar dengan egonya yang detik ini juga ingin memeluk Pamela. Raut wajah Pamela yang bahkan di kegelapan pun terlihat sangat “rapuh”. Johnny memilih untuk memperhatikan perempuannya dari jauh. Rasa ingin berlari mendekat dan mendekap Pamela sangat besar, tetapi dia tahu bahwa bukan itu yang diinginkan Pamela saat ini. Keduanya butuh waktu. Waktu untuk menerima semuanya.

Diperhatikannya Pamela yang hanya menatap kosong ke lautan luas. Sampai tidak sadar dengan sekelilingnya, bahkan tidak menyadari posisi Johnny yang hanya 10 langkah dari sang puan. Pamela itu keras kepala dan Johnny sangat tahu itu. Tidak akan mudah untuk membujuk perempuan ini. Jika, dia mendatangi Pamela saat itu juga, dia yakin yang terjadi hanya keduanya yang saling berteriak satu sama lain. She loved words. But, it won’t work now. Johnny chose to shut his mouth.

Tidak banyak yang Pamela lakukan, hanya bermain dengan pasir. Kemudian, sesekali terdengar tangisan kecil. Selebihnya adalah suara air laut dan angin yang memenuhi telinga keduanya. Semakin malam, udaranya semakin dingin. Sedangkan, Pamela hanya memakai selembar gaun malam tipis. Di sisi lain Johnny sudah bergerak melepaskan jaketnya. Jika akhirnya buruk pun akan diterima oleh Johnny, asalkan Pamela tidak akan sakit karena kedinginan.

Johnny baru saja berdiri ketika Pamela bangkit dan membersihkan beberapa bagian dari tubuhnya yang terkena pasir. Memeluk dirinya sendiri dan berjalan menjauh dari tempatnya tadi duduk, membuat Johnny juga bergerak dengan cepat agar tidak terlihat oleh sang puan. Pamela orang yang tidak peduli dengan situasi di sekitarnya. Pernah sekali Johnny sengaja mendatangi sang puan di salah satu pusat perbelanjaan, tanpa memberitahu terlebih dahulu pada wanita itu. Alhasil Johnny harus mengikuti Pamela mengelilingi pusat perbelanjaan selama 2,5 jam. Niat ingin Pamela sadar bahwa ada Johnny, tetapi perempuan itu terlalu terbuai dengan dunianya sendiri. Hal itu menjadi cerita lucu yang selalu keduanya kenang.

Namun, terkadang juga dia bisa jadi orang yang super peka. Dia dapat mudah sadar kalau sedang diperhatikan oleh orang lain. Johnny sering memperhatikannya saat sedang berkerja di cafe atau bakery. Guratan merah mudah di pipi selalu muncul tiap dia sadar diperhatikan. Tetapi, kadang dia berusaha untuk menghilangkan perasaan itu. Dia tidak ingin terus tersipu saat diperhatikan orang lain — walaupun Johnny. Karena pekerjaannya yang mengharuskan dia bertemu dengan banyak orang baru. Pamela sadar bahwa pandangan-pandangan itu hal lumrah yang datang dari orang yang ingin berbelanja di tempat miliknya.

Kali ini Pamela memilih untuk tidak peka dengan keadaan, tidak peduli bagaimana orang melihatnya, dia terus berjalan dengan memeluk diri dan sandal yang dilepaskan dan ditenteng dengan satu tangan karena putus saat dia baru saja berjalan lima belas langkah dari lokasi tadi. Johnny setia mengikuti di belakang, ingin sekali membantu Pamela yang terlihat kesusahan berjalan tanpa alas kaki dan harus memeluk diri sendiri. Tetapi, sampai di hotel pun, Johnny tidak berani untuk mendekati sang wanita. Setidaknya ada hal yang membuat Johnny sangat terkejut, yaitu kenyataan bahwa mereka ada di hotel yang sama dan posisi kamar yang berhadapan.

If we’re not meant to each other, then what the hell it is. Hal itu yang pertama kali terlintas di pikiran Johnny. He decided to meet her tomorrow. Talks. Because, all they need is communication.