Get exposed

Waktu menunjukkan pukul 15.50, sejujurnya gue lebih memilih untuk diam di kosan dibandingkan harus pergi seperti ini. Tetapi, tiap gue buka dompet dan ngeliat gimana sepi penghuninya, gue bertekad untuk datang ke kosan Jauzan.

Seminggu lalu (sepertinya karena gue ga begitu ingat), Jauzan ngajakin gue dan Yordan buat memulai bisnis. Kalau kalian ga tahu, semenjak selesai UAS Yordan tinggal di kosan gue. Alasannya? Panjang.

Kita bertiga mutusin buat buka bisnis skateboard. Alasannya? Karena di hari terakhir perpisahan Yordan dan Grizella (pacarnya), mereka berdua main skateboard. Jadi, kalian semua bisa melihat jelas kan gimana bucinnya teman-teman gue.

Teman-teman? Iya, mereka berdua. Jauzan juga akhir-akhir ini mulai bucin. Semenjak ketemu cewek yang namanya Fawnia. Padahal, gue udah sempat ngelarang dia buat deket sama cewek itu. Tapi, namanya bucin ya bucin.

Kita kembali ke masa sekarang. Saat ini gue udah berdiri di depan pagar kosan. Bareng Jauzan. Tadi waktu baru sampai dia langsung ngajakin gue untuk keluar. Gue sama sekali ga punya pikiran apapun tentang apa yang bakal ditanyain orang ini ke gue.

Gue ngelirik rokoknya yang hampir habis. Kemudian, kembali menghisap batang rokok yang ada di jari gue sendiri. Kita berdua masih saling berdiam diri, sampai akhirnya gue penasaran dengan apa yang mau ditanyakan atau dikatakan Jauzan.

“Woy,” gue nyenggol tangannya. “Ada apaan sih?” Jauzan nengok ke gue dengan muka dingin. Shit, gue buat salah apa. Gue kan udah ga pernah godain Elvina (sepupu Jauzan) lagi.

“Lo jangan nyeremin gitu dong, Zan.” kata gue berusaha tertawa. Tapi, nihil. Jauzan sama sekali ga ketawa.

“Yordan masih di kosan lo kan?” Itu pertanyaan pertama yang keluar dari mulut Jauzan. Gue sama sekali ga paham dan ga tahu tujuan dari pertanyaan Jauzan.

Gue bingung, alis gue sampe nyatu saking bingungnya. “Ya masih lah. Kenapa sih?” Gue ga bermaksud untuk sensi, tapi cara ngeliat Jauzan itu ga enak banget.

Dia ngelirik gue dan habis itu nunduk ngeliat rokoknya, ketawa sarkastik. Ngeliat dia ketawa kaya gitu jelas emosi gue naik. “Apa sih—?”

“Terus lo ngomong apa ke Yordan tiap keluar makan sama Beka?” Shit. He got me. Dia tertawa sarkastik lagi, ngangkat satu alisnya. “Kenapa diem? Cat has your tongue?” Jauzan kalau ngomong emang setajam itu. Gue sampai ga tau harus balas apa.

Notifikasi handphone-nya menyelamatkan gue. Jauzan jalan menjauh dari gue, setelah itu muncul juga notifikasi di handphone gue. Dari “varetta (si penyanyi)”. Gue senyum ga tau juga kenapa, tapi gue seneng waktu ngeliat nama dia.