How?
Retta itu salah satu cewek paling outgoing yang pernah gue kenal. Walaupun pada kenyataannya gue emang gak begitu kenal banyak cewek. Makanya, giliran dia diam nungguin buat gue ngomong itu rasanya aneh banget. Karena selama kita ngabisin waktu berdua, dia gak pernah kehabisan topik untuk ngajak gue ngomong. Tapi, dia juga tipe yang akan dengerin semua keluh kesah dan cerita gue, tanpa sedikit pun motong omongan gue. Dia bakalan ngeliat gue dengan mata bulatnya yang bersinar. Itu juga yang jadi alasan gue nyaman buat ada di dekat dia. It’s warm to be near her.
Gue ngelirik dia yang sama sekali ga mau nengok ke gue. Gue bisa liat dia sibuk dengan pikirannya sendiri. Mimik wajahnya selalu lucu tiap dia berpikir keras. Tanpa sadar gue malah senyum dan mengeluarkan sekilas kekehan kecil. Dia sadar dan langsung nengok ke gue. “Kok lo malah ketawa sih? Aneh.” She’s being sulky. It's cute
Sekali lagi itu lucu, tapi dibandingkan kekehan seperti sebelumnya gue memilih untuk memalingkan pandangan gue ke luar mobil. Tertawa dalam diam. Sejujurnya udah gak ada luka yang parah di muka gue. Sudah terlalu sering gue nerima perlakuan itu, jadi persiapan gue selalu aman. Sekarang rasanya gue bisa sembuh total dengan ada di sebelahnya seperti sekarang. Tapi, gue masih butuh alasan kenapa dia ngehindarin gue seperti itu. Walaupun jelas semuanya juga berasal dari gue. Gue yang salah. I know it.
“Kenapa ngehindar, Ret?” Bukannya memberikan jawaban yang dia inginkan. Gue malah balik ngasih pertanyaan ke dia.
“I’m asking you first and I would never answer any question before I get what I want. And that's your answer about what happened to you. Clear? I know that I’m being clear enough with it, so please. I need your answer.” Gue kaget. Tapi, paham sih kenapa dia kaya gitu. Gue narik napas panjang siap untuk ngejelasin sedikit apa yang terjadi ke gue. Gue cerita tentang pulang ke rumah bokap, dia lagi ada masalah, dan ga sengaja mukul gue. Dia dengerin cerita gue dengan seksama, walaupun kadang raut wajahnya sedikit berubah. Seperti tidak percaya apa yang sedang didengarnya saat ini.
“Tapi, gue udah baik-baik aja kok, Ret.” kata gue nutup cerita.
“Ok,” dia diam. “Tapi…” dia diam lagi. “Ok.” Gue paham dia bingung harus ngasih respon seperti apa. Karena kalau gue yang saat ini ada di posisinya pun gue akan bingung harus ngasih respon apa untuk dia ngerasa lebih baik. Gue senyum dan ngeliat dia sekali lagi. Dia lagi nutupin wajahnya dengan kedua tangannya. Gue ulurin tangan ke puncak kepalanya. Beberapa kali gue usap dengan pelan surainya. Hingga suara tangisan mulai terdengar. Dia menangis. Gue panik. Gue arahkan wajah gue mendekat, tepat di depan wajahnya yang tertutup. Tangan kiri gue megang pergelangan tangannya, sedangkan tangan kanan gue masih berada di puncak kepalanya.
“Gu-gue…” Dia berusaha untuk ngomong walaupun susah karena dia sambil nangis. “Gu-gue nangis… Gantiin lo… Pa-pasti lo be-belum nangis kan, Finn.” Tangan gue yang ada di kepalanya berhenti kaku, tangan gue yang ada di pergelangan tangannya mengerat.
Jujur. Kata-kata dia beneran nusuk gue, karena emang benar gue kadang lupa untuk menangis yang bener-bener nangis. Gue selalu nahan buat gak nangis, berujung gue nangis dalam diam dan perlahan hal itu berubah jadi lupa. Lupa bahwa kadang kita butuh tangisan dengan raungan untuk ngurangin rasa sakit yang ada di dalam dada. Menangis dan teriak sampai rasanya segala sakit itu memberontak untuk keluar.
Tiba-tiba oksigen di sekitar gue berasa hilang secara perlahan, gue berusaha mencari oksigen itu. Gue butuh bernapas. Makin lama oksigen rasanya semakin menipis, dada gue sakit. Gue jatuhin kepala gue di depan Retta. Posisi tangan kiri gue masih sama, tangan kanan gue perlahan turun ikut menggenggam tangannya. Gue ikut menangis. Kali ini beda. Dengan raungan. Rasa sakit yang selama ini gue rasakan gue paksa untuk keluar semuanya. Walaupun hal ini akhirnya buat gue nginget semua hal-hal kejam itu. Sakit. Tapi, harus gue paksa keluarkan itu semua kan?
Retta di depan gue masih menangis. Dia nemenin gue nangis. Gimana bisa seseorang ikut sakit padahal dia ga ngalamin hal itu?