It’s Gonna Be Ok
Batang hidung Pamela mulai terlihat, Johnny mempercepat langkahnya untuk menghampiri perempuan itu.
“Pam,” katanya menarik Pamela ke pelukannya. “It’s gonna be ok. Kan kita udah sama-sama tau kalau kamu gampang kecapean. Nanti harus lebih sering istirahat lagi ya.” Johnny berusaha menenangkan Pamela.
Hasil yang mereka terima sebenarnya bagus mulai dari golongan darah yang cocok, tidak ada kelainan darah, tidak ada yang mengidap penyakit menular seksual, penyakit genetik yang dapat mempengaruhi keturanan pun bisa dikatakan tidak ada.
Hanya saja Pamela dapat dengan mudah lelah. Sehingga, harus dapat mengurangi stres yang dimilikinya dan lebih sering beristirahat. Karena kemungkinan Pamela memiliki rahim yang lemah.
Tetapi, dokter mengatakan bahwa hal itu bukanlah masalah besar. Bukan berarti bahwa mereka tidak akan memiliki keturunan. Ada banyak makanan yang dapat dikonsumsi untuk menguatkan rahim.
Pamela yang mendengar semua hasil yang dikatakan oleh dokter terdiam. Dia sadar bahwa dia akan memiliki rahim yang lemah. Tidak jauh berbeda dari sang mama. Hal itu yang menyebabkan Mama Tari dan Papa Dion hampir tidak memiliki Jenggala.
“Did you cry?” tanya Johnny melihat mata merah Pamela.
Pamela mengiyakan pertanyaan tersebut. “Aku takut, Ka Jo.”
“It’s ok, it’ll be ok. Ga ada yang perlu kamu takutin.” kata Johnny masih memeluk dan mengelus lembut kepala wanitanya.
Pamela mengeratkan pelukannya seperti tidak ingin lepas sedetik pun.
“Kamu mau makan ga? Kita ke apartment aku aja ya. Nanti bisa delivery makanan, sekalian kita nonton. Ok?” Pamela hanya menganggukan kepalanya dalam pelukan.
Perjalan dari rumah sakit ke apartemen milik Johnny tidak memakan waktu banyak. Setelah sampai keduanya segera masuk ke dalam unit.
Pamela langsung duduk di sofa—spot yang paling disukainya di apartemen Johnny. Sedangkan, Johnny pergi ke kamar kecil untuk mencuci kaki, tangan, dan wajahnya.
“Kamu pengen makan apa?” tanya Johnny berjalan mendekati Pamela yang sudah nyaman duduk memainkan handphone-nya.
“Aku ngikut kamu aja, tapi aku lagi pengen tom yam hehe.” Pamela terkekeh.
“Ok, tom yam aja ya. Aku pesen dulu.” Johnny tersenyum dan mengacak rambut Pamela pelan. Bahagia. Setidaknya senyum Pamela telah kembali.
“Kita nonton before midnight ‘kan?” Pamela memastikan.
“Iya, sayang. Kamu kan pengen nonton itu.” Johnny menjawab walaupun fokusnya sedang di handphone.
“Ok aku cariin.” jawab Pamela mengambil alih remot.
Pamela sibuk mencari bagian terkahir dari film trilogi kesukaan mereka berdua tersebut. Bagian yang menjadi penutup kisah cinta dua orang asing yang bertemu di kereta.
Di samping Pamela terlihat Johnny yang baru selesai memesan makanan untuk mereka berdua. “Aku ambilin minum ya, sayang.” kata Johnny yang dijawab Pamela dengan anggukan kepala. Johnny terlihat semakin lega melihat suasana hati Pamela lebih baik dari sebelumnya.
“So, before midnight and tom yam.” Johnny meletakkan dua mangkuk tom yam di meja, sedikit mendorong mangkuk satunya ke arah Pamela.
“Thank you, Ka Jo.” ucap Pamela menunjukkan deretan gigi rapinya.
“Kalau mau diurutin, menurut aku before midnight itu diurutan pertama tau ga.” Seperti biasa, keduanya selalu bertukar pendapat tiap menonton film atau series.
“Kok gitu? Kenapa?” Pamela langsung menyanggah tidak setuju pernyataan tunangannya.
“Cara mereka nyelesaiin masalah di sini lebih mature aja.”
“’Mature’ or mature?” tanya Pamela.
“Ya, both of mature. Mereka berdua bener-bener ngomong dari hati ke hati. Kalau liat yang pertama dan kedua itu mereka bener-bener reckless tau ga. Terus yang kedua itu ga banget tau, Pam.” Wajah Johnny terlihat tidak nyaman.
“Aku setuju sih, tapi aku paling suka before sunrise. Walaupun emang agak bego aja ga tukeran kontak atau info apa gitu.” Pamela memberikan pendapatnya.
“Well, I can tell. Dan kamu tau ga scene yang paling aku suka apa?” Johnny meletakkan mangkuk kosongnya.
“Apa?” Pamela menatap Johnny.
“Waktu mereka duduk ngeliat matahari terbenam. Banyak film yang nunjukin scene ngeliat matahari terbenam itu dengan duduk di pantai berdua. Tapi, itu beda aja mereka di tempat ramai.”
“Iya, sih. Walaupun di tempat ramai tetep sweet aja gitu. Dapet banget romantisnya.” Pamela setuju.
“That’s what I say.” Johnny tersenyum kemudian berdiri dari duduknya. Sedikit menunduk mencium kening Pamela dan mengangkat 2 mangkuk yang telah kosong.
Secara perlahan Johnny pergi membawa mangkuk itu ke dapur. “Still there, still there, gone.” Pamela mengatakan itu sambil melihat Johnny pergi menjauh dan terhalangi tembok. Kalimat tersebut adalah kalimat yang digunakan Celine saat menatap matahari terbenam di film Before Midnight.
Saat kembali dari dapur Johnny melihat Pamela yang tersenyum dengan cerah. “Kenapa?” kata Johnny ikut tersenyum dan menghempaskan bokongnya pada sofa.
“Ga,” kata perempuan itu menyisir rambut Johnny. “Cuma aku baru sadar ternyata kamu sama kaya matahari waktu terbenam, ga hilang untuk waktu lama.”
“Kamu kenapa sih?” kata Johnny terkekeh, kembali mengacak rambut Pamela. Secara perlahan tangannya mulai bergerak jauh dari kepala dan jatuh ke pipi.
Suasana yang mendukung membuat keduanya menatap sangat dalam pada kedua bola mata masing-masing. “Makasih ya, Ka Jo. Kamu bener-bener buat aku kuat hadapin ini.”
“Pam, I always told you yang nikah kan kita berdua, udah jelas kalau aku bakalan selalu ada buat kamu, dampingin kamu. Jangan takut ya, kamu ga sendirian kok.” ucap Johnny mencium kening sang puan.
“I love you so much. I do really love you.” Bulir-bulir air mulai mengalir dari mata si wanita.
Johnny merasa sakit melihat Pamela seperti itu. “Don’t cry,” katanya kemudian mulai mencium titik-titik wajah Pamela yang tertanda air mata. Perlahan isak Pamela mulai hilang. Tetapi, tidak membuat Johnny berhenti mencium wajah tunangannya itu.
Ciumannya diberikan di mata, hidung, pipi, kening, dan terakhir mendarat di bibir Pamela. Sedetik, dua detik, tiga detik dan seterusnya.
Kedua insan itu menghabiskan waktu bersama lagi. Saling bertukar perasaan dan rasa. Hingga lelap menghampiri.