Janji suci pernikahan
Terdengar suara dari luar ruangan memanggil nama Pamela. Persiapan yang dilakukan sejak subuh tadi telah selesai. Gaun putih bersih dengan potongan yang menunjukkan kesan seksi tapi sopan jatuh dengan sangat indah di tubuh Pamela.
Wajah yang sudah dilapisi berbagai jenis formula yang menegaskan kecantikan dari wanita yang sebentar lagi akun menjadi istri seorang Johnny Asmaralaya. Rasa gugup yang dirasakannya saat ini jauh lebih besar dibandingkan saat acara lamaran dilakukan.
Staff MUA yang menemani di dalam ruangan segera membukakan pintu untuk orang yang memanggil-manggil nama sang pengantin. Terlihat Kanista dengan wajah terharunya.
“Pam, I have no words. But, please be happy.” ucap Kanista kepada sahabatnya itu.
Segugup-gugupnya Pamela, rasa haru tidak sampai kepadanya. Pernyataan dari Kanista hanya dibalasnya dengan tertawa mengiyakan. “I will.”
Kanista tersenyum, “20 menit lagi kita bakalan berangkat ke gereja. Lo belum ketemu Kak John kan, Pam?” lanjutnya.
“Belum, Nisaku sayang.” jawab Pamela.
“Lo harus liat sih nanti.” kata Kanista menahan tawa.
Pamela mengerutkan keningnya, tetapi langsung ditegur oleh MUA. Takut makeup-nya rusak. Sedikit berlebihan, tapi itu yang harus dilakukan.
Setelah berbaikan kemarin keduanya kembali seperti biasanya. Masih sangat dimabuk cinta. Tetapi, kenyataan bahwa keduanya hari ini akan diresmikan dalam ikatan komitmen dan janji baru, membuat perasaan berdebar terus menerus hadir di dada Johnny dan Pamela.
Untuk pertama kalinya Johnny akan melihat sang calon istri sebelum janji pernikahan diikrarkan. Laki-laki itu telah berdiri di altar bersama sang Romo. Kedua tangannya saling terpaut. Menanti sang wanita menunjukkan dirinya yang terbalut gaun cantik.
Suara langkah kaki dengan ketukan high heels memenuhi ruangan. Terdengar beberapa orang menahan napasnya. Termasuk Johnny. Secara perlahan wajahnya tersenyum saat bertatapan mata langsung dengan Pamela. Walaupun wajah wanita itu terhalang oleh wedding veil, Johnny tetap dapat melihat kecantikannya.
Tanpa sadar Johnny menitikan air mata. Bahagia. Seperti ingin dengan segara merengkuh Pamela ke dalam pelukannya. Banyak hal berputar di kepala Johnny saat ini.
Bagaimana seorang wanita yang awalnya hanya lewat saja di hidupnya, menjadi seorang wanita yang akan menua bersama dengannya. Wanita yang dengan impulsif diajaknya jalan bersama saat liburan itu. Wanita yang ternyata adalah sahabat sepupunya. Wanita sehebat itu.
Sama seperti Johnny. Tiap langkah Pamela menuju altar, pikirannya juga berlarian ke sana ke mari.
Memikirkan seorang pria hebat seperti Johnny yang mampu mematahkan janjinya kepada diri sendiri. Pria yang dapat diajak untuk berpikir bersama. Pria yang dapat memberikan kenyamanan yang tidak sering dirasakannya. Pria yang tidak lelah dengan sifat Pamela yang dirinya sendiri sadar jeleknya.
Papa Dion dan Pamela menghentikan langkahnya. Keduanya sampai di hadapan altar. Siap untuk memberikan tangan Pamela kepada Johnny. Pria yang akan menghabiskan waktunya bersama Pamela. Sehidup semati bersama. Tangan Johnny dengan siap menerima tangan Pamela yang diserahkan oleh Papa Dion.
Tak lama setelah itu, gereja dipenuhi dengan suara-suara ucapan janji-janji pernikahan.
“Saya mengambil engkau menjadi istri saya, untuk saling memiliki dan menjaga, dari sekarang sampai selama-lamanya; Pada waktu susah maupun senang, pada waktu kelimpahan maupun kekurangan, pada waktu sehat maupun sakit, untuk saling mengasihi dan menghargai, sampai maut memisahkan kita, sesuai dengan hukum Allah yang kudus, dan inilah janji setiaku yang tulus.” janji Johnny.
“Saya mengambil engkau menjadi suami saya,” diulang oleh Pamela.
Proses pemberkatan pernikahan berjalan dengan khusyuk, bahagia, dan mengharukan. Cukup banyak air mata yang mengalir.
Pamela yang tadinya tidak ingin menangis pun, menumpahkan air matanya saat berlutut memohon izin di hadapan orang tua. Terutama di hadapan Papa Dion. Pamela sadar betapa seringnya adu mulut dengan sang Ayah. Ketika sadar hidupnya kali ini tidak lagi menjadi tanggungan Papa Dion. Wanita itu memecahkan tangisnya.
Bahkan, sampai membutuhkan waktu 10 menit untuk lanjut ke prosesi selanjutnya. Karena, sang pengantin wanita yang tidak dapat menghentikan tangisnya.
Acara tidak berhenti sampai di sini saja. Pesta resepsi yang menjadi pikiran mereka beberapa bulan ini akhirnya terlaksana dengan baik.
Walaupun, ada beberapa minor problems yang sempat menarik perhatian Pamela sedikit.
The real kehidupan pernikahan menanti di hadapan Johnny dan Pamela. Siapkah keduanya untuk menghadapinya?