Kacau

TW // abusive CW // mention of suicide, mention of dead, mention of cheating

Waktu menunjukkan pukul 12.15 tengah malam. Kosan Finn sudah mulai sepi seperti tidak ada kehidupan, hanya ada dua kemungkinan yaitu penghuninya telah terlelap atau sama sekali belum kembali ke hunian.

Finn menyibukkan dirinya dengan memutar-mutar handphone di genggamannya. Sibuk bertanya dan beradu dengan pikirannya, “gue pulang ke rumah atau ga ya?”.

Jujur saja rumah adalah tempat yang sangat dihindari Finn sejak kejadian ‘itu’. Kejadian yang membuat dia kehilangan 2 wanita yang sangat disayanginya. Itu juga yang membuat dia sangat bergantung pada sahabat perempuannya–sekarang mantan pacar.

Laki-laki dengan proporsi badan sempurna itu melirik sekali lagi pada jam dinding di kamar kosannya. Kali ini jam menunjukkan pukul 12.33, tekadnya untuk pulang ke rumah makin bulat.

“Pasti orang rumah udah pada tidur kan?” katanya meyakinkan diri sendiri.

Dengan gerakan cepat laki-laki itu menarik jaket yang tergantung di dalam lemari dan menyambar kunci mobil di atas meja. Berjalan perlahan di koridor kosan ditemani angin malam.


Finn telah sampai di rumahnya, tapi laki-laki itu bingung dengan keadaan rumah yang lampunya masih menyala. Merasa bahwa orang-orang di rumah itu belum terlelap, Finn memutuskan untuk balik ke kosan.

Tujuannya hari ini memang hanya untuk mengambil beberapa barang di kamarnya yang memungkin untuk dijual kembali. Agak gila, tapi hanya itu yang terlintas di pikirannya.

Tetapi, baru saja dia ingin menyalakan kembali mobilnya. Dia melihat Freya–adik perempuan Finn–keluar dari rumah digandeng ibunya sambil menangis.

Kenangan buruk Finn berjalan seperti film di kepalanya. Dengan cepat dia turun dari mobil dan menghampiri Freya.

“Freya kenapa sayang?” tanyanya pada anak 3 tahun itu.

“Pa-pa-papa, seram,” kata Freya sambil menangis sesenggukan. Finn menarik Freya ke pelukannya dan menggendong serta menepuk-nepuk punggung anak kecil itu.

“Ada apa sih, Tan?” Finn beralih bertanya kepada Ibunya Freya. Mungkin sedikit membingungkan, tetapi Finn dan Freya lahir dari rahim yang berbeda. Sampai sekarang Finn belum mau memanggil ibu sambungnya itu dengan sebutan mama atau sejenisnya.

Belum sempat Tante Emily–nama ibunya Freya–menjawab pertanyaan tersebut, Papa Alvan keluar dari rumah dengan wajah emosi. Membawa tongkat golf yang Finn tebak telah digunakan untuk memukul perabotan di dalam rumah yang terlihat sangat berantakan.

Papa Alvan terkejut melihat Finn yang ada di depan rumahnya saat ini, “kamu ngapain pulang? Saya pikir sudah tidak ingat rumah lagi,” ucap pria tua itu sinis.

Finn tidak menjawab dan memilih merampas tongkat golf tersebut. “Ga pernah berubah ya, Pa?” Finn tak mau kalah dengan menjawab sinis. Dia bersyukur telah memberikan Freya kepada Tante Emily dan menyuruh kedua perempuan itu ke mobilnya.

“Jaga omonganmu, Finn Cavan. Kamu itu cuma bocah kecil yang ga tau apa-apa.” Papa Alvan berusaha merebut kembali tongkat itu.

“Pa, cukup. Sekarang apa lagi masalahnya? Mau ngejodohin Freya kaya Kak Ica? Ga mungkin lah, Freya masih bayi. Jadi apa lagi?” tanyanya frustasi. “Udah cukup Kakak dan Mama, cukup mereka aja yang Papa ambil nyawanya.”

Ica aka Falisha Cavan adalah kakak perempuan Finn yang meninggal karena kecelakaan 6 tahun lalu. Falisha yang saat itu baru saja lulus SMA dipaksa menikahi anak dari partner bisnis Papa Alvan. Alasannya karena anak itu adalah anak tunggal, maka kekayaannya akan semua diberikan kepadanya.

Hal itu yang membuat Finn yang masih SMP sangat jijik dengan pemikiran Papa Alvan. Hingga, suatu hari rasa jijik itu berubah menjadi rasa benci. Di mana Kak Ica memutuskan kabur dari rumah dan berakhir dengan kecelakaan yang merenggut nyawanya. Membuat Mamanya menyalahkan diri sendiri karena tidak mampu berbuat apa-apa. Memutuskan merenggut nyawanya dengan tali yang digantung di dalam kamar.

Finn yang masih berusia 14 tahun memutuskan menaruh rasa benci pada sang Papa. Apalagi saat Papa Alvan memilih move on dan menikahi Tante Emily.

Orang yang benar-benar ada untuk Finn saat itu hanya Beka dan mungkin juga Yordan–keduanya merupakan tetangga dan teman kecil.

“Kamu diam saja. Saya mau ngasih pelajaran ke Emily. Beraninya dia berselingkuh.” Papa Alvan merebut tongkat golf dengan kasar dari tangan Finn.

Finn yang mendengar itu hanya terpaku diam. Kacau.