Keluarga Bahagia
Tempat tujuan Yordan adalah sebuah dermaga yang di dekatnya ada sebuah taman. Taman itu dipenuhi oleh orang-orang dengan niat berolahraga—sama seperti mereka berdua.
“Gimana, Griz?” Tanya Yordan kepada Griz yang sedang menutup mata dan menarik napas dalam.
“Kaya kata lo. Menyegarkan.”
“Syukur deh,” kata Yordan tertawa. “Gue kalo lagi butuh udara segar, pasti kesini.”
“Gue juga mau kesini nanti. Kalau butuh udara segar lagi.” Grizella tersenyum.
Keduanya saling bertatapan dan menukar senyum. “Mau sepedaan ga?” Tanya Yordan.
“Jangan ketawain gue, tapi gue ga bisa naik sepeda.”
“Kan naik aja, Griz. Gue yang bonceng. Gue ga minta lo yang ngayuh kok.” Yordan tertawa.
“Yaudah, ayo,” ucap perempuan itu, wajahnya memerah.
Menghabiskan waktu bersama Yordan seperti menjadi kebiasaan baru Grizella. Rasanya dia bisa tersenyum lebih lepas dan melupakan masalahnya barang sejenak.
Matahari berada di arah barat menunjukkan tidak lama lagi dia akan tenggelam. Dua anak muda tadi—Yordan dan Grizella—sudah meninggalkan dermaga sejak tengah hari. Saat ini keduanya tengah duduk di salah satu restoran cepat saji. Posisi mereka berhadapan dengan piring kosong.
“Thank you so much, Dan. Gue kenyang banget.” Ucap Grizella.
“Yaudah, kita duduk dulu ya. Kalau udah ga begah kita langsung ke studio gue aja.”
“Iya tungguin bentar. Eh, gue boleh nanya ga, Dan? Tapi, lo jangan tersinggung, gue cuma penasaran aja.”
“Ga kok, Griz. Tanya aja. Kenapa?” Kata Yordan tersenyum hangat.
“Lo anak satu-satunya? Maaf kalau ini sensitif buat lo.” Kata Grizella menunjukkan wajah penyesalan.
Yordan mengangguk, “ga sensitif kok. Iya gue anak satu-satunya dan kayanya gue ngerti deh arah pertanyaan lo kemana.” Jawab Yordan melihat tepat di mata Grizella.
Grizella terkekeh, “soalnya lo keliatan deket banget sama mama lo.”
“Iya, Griz. Gue emang deket banget sama mami. Mungkin karena gue anak satu-satunya dan kemana-mana sama mami. Papi juga sih.” Kata Yordan tertawa. “Mami itu suka-“ Yordan terus menceritakan tentang keluarganya.
Ekspresi Grizella berubah menjadi sendu. Keluarga bahagia. Entah sudah berapa lama dia tidak pernah merasakan hal itu. Bahkan, dia jadi bertanya. Apakah dia pernah sekali saja merasakan yang dinamakan dengan “keluarga bahagia”?
“Griz, Griz?” Panggil Yordan. Grizella memfokuskan tatapannya dan tersenyum. “You ok?” Tanya Yordan yang dijawab anggukan dan senyuman.
“Kita mau ke studio lo kan, Dan? Udah yuk gue udah bisa gerak lagi hehehe,” kata Grizella beranjak dari tempat duduknya.
“Iya, ayo,” jawab Yordan ikut beranjak dari tempat duduk itu. Dia tahu ada yang aneh dengan Grizella, tetapi Yordan tetap Yordan. Dia ingin membiarkan Grizella yang cerita padanya. Cukup sekali dia bertanya, tidak ingin memaksa pikirnya.