Kiss and Make Up

As a man, Johnny tidak begitu memiliki ego yang tinggi. Sebelum menginjakkan kaki ke dalam bakery milik sang wanita. Dibacanya bait perbait kata-kata yang dikirim Pamela. Ujung bibir Johnny perlahan tertarik ke atas.

Johnny itu memantapkan langkah kakinya masuk ke dalam bakery, ingin dalam hatinya memeluk Pamela erat. Tetapi, tempat yang tidak mendukung membuat lelaki itu mengurungkan keinginannya tersebut.

“Hai,” sapa Johnny kepada Pamela. “Kamu cantik banget hari ini, walaupun tiap hari juga cantik.”

Thank you, Ka Jo,” Pamela tersemu merah. “You look great too, never fail.* Mau jalan sekarang aja?” lanjut Pamela bertanya.


“Jadi untuk semuanya udah deal seperti itu kan?” tanya salah satu staf WO yang hadir untuk diskusi kali ini.

“Iya, aku udah suka semua sih. Kalau dari aku undangannya jangan sampai fail ya. Ka Jo, gimana?” tanya Pamela.

“Aku juga setuju dan suka sama konsepnya. Nanti bakal meeting lagi kan?” Johnny bertanya ke tiga staf WO tersebut.

“Iya, Pak. Nanti akan kita kabari lagi kalau sample merchandise dan invitations card udah jadi. Untuk food testing jadinya hubungin nomor yang tadi kan, Pak?” tanya staf kedua.

Johnny melirik Pamela, untuk memastikan jawaban dari pertanyaan tersebut. Pamela menganggukan kepalanya.

“Iya, Mba. Hubungi nomor yang tadi saja ya. Namanya Jenggala, dia udah tau kok.” ucap Johnny.

“Baik, Pak. Semoga semuanya berjalan lancar sampai D-day.” ujar staf ketiga.

“Amin. Terima kasih ya.” jawab Pamela dan Johnny bersama.


cw // kiss

“Kamu mau langsung aku anterin balik ke bakery?” tanya Johnny saat keduanya telah terduduk di mobil.

“Kok kamu pengen banget nganterin aku balik?” jawab Pamela dibuatnya sinis.

“Sayang ga gitu.” kata Johnny menghela napas pendek.

Pamela yang hanya berpura-pura ketus langsung menyemburkan tawa. “Aku bercanda tau. Yaudah kalau mau nganterin aku balik juga gapapa.”

Wanita itu menarik seatbelt-nya, tetapi sebelum memasangnya dengan tepat, kedua pundaknya dipegang secara lembut oleh Johnny. Perlahan melepas seatbelt dari tangan Pamela.

“Loh kenapa?” Pamela menengok ke arah Johnny, sedangkan lelaki itu tersenyum manis.

Tangan Johnny berpindah dari pundak ke kedua pipi Pamela. Menariknya pelan hingga kedua bibir merah mereka bertemu. Softly, Johnny’s tongue enter her mouth. Same as Pamela. Their tongues pressed again each other and their saliva mixes.

Both of them swallowed a hard breath. So they take time and parted their lips to catch a breath.

He changed the position, pull Pamela to his seat. On top of him and in this position they locked lips once more. Focused on exploring their inside of mouth and get sucked on.

Until once again they need to searching for air. Last, Johnny give a peck on top of her lips, thousands time.


“Minggu depan ketemu dokter kan?” tanya Johnny.

“Iya,” jawab Pamela terdengar sendu. “Aku takut deh sama hasilnya.” Pamela menundukkan kepalanya.

“Pam, you no need to worry.” ujar Johnny mengelus kepala tunangannya itu.

“Tapi,” Pamela menengok Johnny. “What if I can get pregnant?”

That’s ok. Not a problem for me. I already told you, I want to live with you. Child is a blessing for us. Kalau pun Tuhan ga ngizinin untuk kita punya, that’s ok. Aku mau menikah dan punya komitmen sama kamu, karena aku mau jalani hidup sama kamu. That’s all, Pam.” Tidak pernah lelah Johnny mengatakan kata-kata yang menenangkan ke Pamela.

Pamela hanya dapat menganggukan kepalanya berulang kali. Terharu. But, at the same time she’s afraid.