Para Tante

Pamela masih duduk manis di sebelah Mama Agni. Tidak ingin terlihat gelisah. Tetapi, tangannya sibuk menghubungi sang tunangan.

“Pamela umurnya masuk 25 tahun ya?” Pertanyaan tersebut dilontarkan salah satu teman Mama Agni yang bernama Maya.

“Iya, Tan. Tahun ini 25.” Pamela membalas pertanyaan tersebut sambil memberikan senyumnya.

“Masih muda, ga mau nunda buat punya anak kan?” Tante Maya kembali melontarkan pertanyaan.

“Aku ikut jalan Tuhan aja, Tan. Kalau udah dikasih kepercayaan pasti terima.” jawab Pamela.

“Bener-bener harus gitu, ga kaya calon menantuku dulu katanya mau nunda punya anak. Ya langsung kusuruh putusin aja. Untuk apa menikah kalau ga mau punya anak.”

“Tap-“ Pamela sangat ingin menyela perkataan itu. Tetapi, Mami Agni berbica terlebih dulu.

“Yang namanya Dina itu ya, Jeng? Tapi, kelihatan anaknya baik.”

“Baik sih,” balas Tante Maya dengan raut muka tidak senang. “Tapi, ga suka aja loh, Jeng. Aku itu kan pengen cepet punya cucu. Kamu pasti paham kan, waktu dulu aja kamu pengen jodohin anak perempuanku dengan Johnny. Karena pengen cepet punya cucu.”

Pamela terkaget mendengar itu dan terlihat juga Mama Agni memasang ekspresi kaget. “Itu kan dulu, sekarang Johnny udah mau nikah sama Pamela.” kata Mama Agni.

“Ya cuma ngingetin aja sih, Jeng. Padahal dulu aku seneng loh.” kata Tante Maya melirik Pamela. Mama Agni tidak merespon perkataan itu.

“Pamela, denger-denger kamu punya bakery ya?” Pertanyaan tersebut muncul dari Tante Siska yang duduk tepat di seberangnya.

“Iya, Tan. Ark Bakery. Awalnya aku punya Cafe, terus aku kembangin jadi bakery gitu.” Pamela senang akhirnya ada yang tertarik dengan kehidupan pribadinya. Terutama terkait bisnisnya.

“Kamu masih sibuk ngurusin itu ya?” tanya Tante Siska sekali lagi.

“Iya, Tan. Kalau mau mampir nanti hubungi aku aja. Aku selalu di bakery kok.” Pamela tersenyum sembari menjawab.

“Kamu sampai nikah masih mau jagain bakery itu? Harusnya di rumah aja loh kalau udah nikah. Johnny penghasilannya juga bagus kok.” kata Tante Siska.

Seketika raut wajah Pamela berubah. Melihat Pamela tidak menjawab sama sekali, Tante Nona yang duduk di sebelah Tante Siska membuka suara.

“Ya gapapa kali, Sis. Emang salah ya kalau perempuan mau punya usaha sendiri? Kamu tuh ga boleh samakan dirimu sama Pamela. Kamu kok kaya ga seneng ngeliat perempuan muda sukses berbisnis.” sindir Tante Nona.

“Aku hanya ngasih saran aja, Na. Kita kan udah nikah pasti lebih tau dong.” jawab Tante Siska tidak terima ditegur seperti itu oleh Tante Nona.

“Sis, Pamela itu emang wanita karir. Aku suka kok punya menantu wanita karir. Kok kamu yang ribet.” ucap Mama Agni.

Suasana sedikit mendingin, tetapi Tante Siska dan Tante Maya serasa tidak peduli dengan kata-kata meraka. Begitu juga dengan Tante Nona dan Mama Agni yang seperti sudah terbiasa dengan situasi ini.

“Halo, tante-tante,” suara tersebut memecah keheningan di meja yang hanya diisi suara sumpit beradu. Itu Johnny.

“Eh Johnny, maaf ya kita pinjem calon istrimu sebentar.” Ucapan-ucapan basa-basi dilontarkan oleh para tante itu.

“Gapapa, kalau Pamela senang-senang aja,” jawab Johnny dengan senyuman yang sangat dalam. “Kalau boleh Pamela balik sama aku sekarang ya, Tan. Dia ga boleh terlalu capek, acara kita juga udah dekat. Permisi ya, Tan.” Johnny berpamitan kepada semua orang di meja itu termasuk Mamanya. Diikuti Pamela yang juga ikut berpamitan.

“Kok ga ngomong sih kalau diajakin Mama gini?” tanya Johnny saat sampai di mobil.

“Mama bilangnya ga bakalan lama, Ka Jo. Jadi aku ikut aja.” kata Pamela melipat tangannya di dada.

“Mereka ngomong apa aja sama kamu?” tanya Johnny. Pria itu menghadap ke Pamela dan mengelus rambut Pamela.

“Ya banyak.” singkat Pamela.

“Jangan juteknya ke aku dong, Pam.” Johnny sedikit tertawa.

“Kok kamu malah ketawa sih? Aku ngorbanin waktu aku loh buat ke sini. Bukan buat dapat kata-kata yang ga aku suka. Iya itu emang bukan salah kamu, tapi kamu harusnya ga ketawa gitu.” Pamela membalas Johnny dengan sangat sinis.

“Oh, shit. My bad. Aku salah, aku ga mikir kalau kamu bakalan seemosional ini, Pam.”

“Emosional kamu bilang? Ka Jo, kamu pasti udah tau kan gimana mulut mereka kalau kamu langsung nanya aku kaya tadi. Harusnya kamu ga gitu responnya.” kata Pamela.

Johnny sedikit memutar matanya. Tidak disengaja. “Iya, aku salah, Pam. Udah ya? Kita pulang.” ajak Johnny.

“Kamu ga seneng?” tanya Pamela.

“Pam, kok kita jadi berantem sih? Kalau ngomongin ngorbanin waktu. Aku juga ngorbanin waktu loh buat ke sini.” ujar Johnny.

“Jadi kamu ga ikhlas? Aku cape, Ka Jo. Aku ngerasa dapat tekanan tiap saat.” kata Pamela.

“Ga gitu. Kamu jangan langsung nyimpulin semuanya gitu dong,” jawab Johnny. “Aku tahu kamu cape, makanya aku ke sini kan? Jemput kamu.”

Pamela diam.

“Pam?”

Wanita itu masih terus diam. Dia merasa akan mengeluarkan air mata juga berusaha membalas perkataan Johnny.

“Yaudah kalau kamu ga mau ngomong. Aku minta maaf kalau tadi salah ngomong. Tapi, jangan diemin aku ya.” tutup Johnny.

Pria itu memasang seatbelt Pamela dan juga miliknya sendiri. Kemudian menjalankan mobil keluar dari parkiran Mall.