Patah Hati Pertama dan Terbesar

Grelio menjemput Grizella di rumah yang keduanya tinggal—walau Grizella lebih sering sendiri di rumah itu. Rumah yang telah lama ditinggalkan oleh kedua orang tua mereka.

Perjalanan menuju ke salah satu hotel besar di kota itu memakan waktu sekitar 20 menit. Beruntung mereka berangkat lebih awal, sehingga jam baru menunjukkan pukul 7 kurang 5 menit.

Grizella telah duduk manis di salah satu meja yang berada di samping jendela restoran. Tangannya dingin. Panic attack yang dimilikinya perlahan menyerang. Grelio yang paham akan hal itu, langsung mengenggam tangan milik adiknya tersebut.

“Tarik napas, Griz.”

“Kak, gue ga siap.” Grizella bersiap untuk berdiri, tetapi Mamanya telah berada di hadapan mereka.

Perlahan Grizella melihat ke atas, melihat sosok yang melahirkannya dan juga sosok yang menyakitinya. Bukan secara fisik, tetapi secara mental. Grizella merasakan napasnya tercekat. Rasa bencinya kembali memuncah.

Beberapa detik hanya saling bertatapan, Grelio mempersilahkan Mama Andin untuk duduk. Sedangkan, Grizella memilih untuk menatap ke luar jendela.

Hening.

Tidak lama dari keheningan tersebut Papa Mandala datang menghampiri meja mereka dengan tersenyum. “Apa kabar, Griz?” sapanya. Yang ditanya hanya diam.

“Kamu itu kenapa sih? Berhenti bertindak kekanakan seperti itu, Grizella.” Grizella terkejut dengan bentakan dari Papanya.

“Dad,” tegur Grelio.

“Kenapa Grelio? Berhenti bela adik kamu ini. Dia udah besar gini, sudah cukup saya memahami tindakannya. Kali ini dia kan yang minta ketemu,” ucap Papa Mandala.

“Tapi, kamu bisa lebih halus sama anak kamu sendiri,” sindir Mama Andin.

“Ah sudahlah. Sekarang kamu ngomong ada apa?” tanya Papa Mandala. Tentu pertanyaan tersebut ditujukkan untuk Grizella.

Grizella yang sedari tadi menggigit bibir bawahnya agar tidak menangis mulai menarik napasnya dalam.

“Aku ingin minta permintaan maaf dari Mom dan Dad,” tegasnya.

“Maksud kamu apa, Griz?” tanya Mama Andin. Sedangkan, Papa Mandala hanya melengos.

“Minta maaf karena kalian aku sakit. Hati aku sakit. Mental aku sakit. Aku ga percaya sama cinta lagi,” kata Grizella menangan tangis.

“Itu bodohmu,” desis Papa Mandala.

“Dad, jangan gitu lah. Katanya mau bicara yang baik sama Griz.” Grelio tidak terima dengan tanggapan Papa Mandala.

“Kalian ga tau gimana menderitanya Grizella selama ini. Dia-“ belum sempat Grelio menyelesaikan kalimatnya Grizella menahan lengan Kakaknya itu.

“Aku harus minum obat karena kalian. Tau ga? Umur 4 tahun aku harus ngeliat Mom yang bawa laki-laki lain ke rumah. Bukan hanya itu, aku harus ngeliat Dad ciuman dengan perempuan yang masih cukup untuk aku panggil kakak. Tau ga kalian buat aku trauma kaya gimana?” Grizella mengatakan semua itu tanpa terputus walaupun dia sangat ingin menangis saat ini.

Tidak semudah itu untuk menahan tangis, buktinya air matanya telah lolos dari pertahanan.

“Kalian egois, demi kesenangan kalian sendiri 13 tahun aku harus mikir bahwa itu hal normal. Harusnya kalian ga perlu ngelahirin aku.” Grizella mulai menangis.

“Kak Lio terluka, tapi juga harus tetap ngurusin aku. Kalian tau ga? Dari aku umur 4 tahun cuma Kak Lio yang ada buat aku. Kalian?” Grizella terkekeh.

“Sibuk dengan hidup masing-masing kan? Kalau pun di rumah kalian cuma bertengkar, bertengkar, dan bertengkar. Ga ada hal baik yang bisa aku ambil dari kalian. Apa sih mau kalian?”

“Bahkan, dengan mudahnya kalian bawa pasangan kalian ke rumah aku dan Kak Lio. Apa yang kalian harapin? Aku nerima itu? Gak akan pernah.” Grizella menarik napas.

“Kenapa kalian ga cerai aja? Egois,” teriak Grizella lantang, tapi tetap menahan amarahnya. Hal itu cukup menarik perhatian banyak orang di restoran.

“Griz, udah ya. Kamu belum siap. Kita balik aja,” ajak Grelio.

“Kamu itu ga tau gimana beratnya jadi orang tua,” balas Papa Mandala.

“Kalian berdua bukan orang tua. Jangan merasa seperti pernah menjadi salah satunya. Kalian patah hati pertama dan terbesar yang aku dan Kak Lio punya. Aku cuma minta permohonan maaf dari kalian dan juga buat kalian segera cerai. Untuk apa kalian masih sama-sama kalau sudah punya pasangan lain,” ucap Grizella.

“Ga usah ikut campur kamu,” balas Papa Mandala acuh tak acuh.

“Kamu ga tau apa-apa, Griz,” kata Mama Andin sangat pelan.

“Kalau gitu jelasin ke aku. Jelasin alasannya. Jelasin.” Grizella kembali histeris yang mengakibatkan perhatian dari semua orang di ruangan tersebut ke arah mereka. Grelio meminta maaf atas ketidaknyamanan yang ditimbulkan.

“Udah ya, kita balik aja ayo.” Kali ini Grelio langsung menarik Grizella dari tempatnya duduk.

Keduanya meninggalkan orang tua mereka yang hanya diam saja di tempat itu.

Sepanjang jalan dihabiskan Grizella dengan tangisan. Grelio memberikan minum dan obat yang telah dia siapkan. Dia tahu bahwa Grizella tidak akan mampu menghadapi orang tua mereka. Dia percaya bahwa Grizella perempuan yang kuat, tetapi dia tidak percaya kepada orang tuanya.