Selesai

TW // Mentall Illness CW // Panic Attack

Yordan tengah bergelut dengan pikirannya sendiri. Memikirkan cara untuk menyatakan perasaannya. Walaupun sudah tidak terhitung berapa kali dia menyatakan dan jujur akan perasaannya terhadap Grizella. Mungkin maksudnya menyatakan perasaan secara resmi.

Saat ini fokusnya tidak berada di kelas. Pikirannya sibuk berlarian ke sana kemari. Tepatnya pada jam dinding yang ada di depan ruangan. Berharap kelas siang ini segera selesai.

“Sekian hari ini, jangan lupa tugas-tugasnya dikumpulkan lewat situs kuliah,” kata penutup dari dosen mata kuliah Pengantar Teknik Industri. Mendengar itu Yordan langsung segera keluar dari kelas, mengabaikan Jauzan dan Finn yang menatapnya heran.

Yordan segera pergi ke falkutas Grizella dengan mobilnya. Menghubungi dan menunggu perempuan itu datang.

“Dan,” panggil seseorang dari arah belakang Yordan.

“Griz, udah siap?” tanyanya.

Grizella menarik napas panjang. “Iya udah.” Dia menarik pintu mobil dan langsung masuk. Yordan mengikuti Grizella masuk ke dalam mobil.

“Lo gapapa kan?”

“Gapapa gapapa.” Kata Grizella tertawa.

“Mau langsung pergi? Bang Keenan udah di cafe katanya.”

“Iya,” jawab Grizella. Perempuan itu memberikan alamat dan mengarahkan Yordan ke tempat tujuan mereka.

Atmosfer di dalam mobil tenang, keduanya sibuk larut dengan pikirannya masing-masing. Tanpa sadar telah sampai di tujuan.


“Hey, udah sampe lo berdua?” sapa Keenan. Dia tengah asik mencicipi minumannya.

“Griz, gue duduk di depan situ ya.” Yordan menunjuk salah satu meja yang berjarak 4 meja dari tempat Keenan sekarang.

“Ga kejauhan, Dan?” tanya Grizella.

“Gapapa, gue mau lo selesaian semuanya dengan tenang. Gue bakalan perhatiin kalau ada yang aneh,” ucap Yordan.

Grizella hanya mengangguk dan segera menduduki kursi di hadapan Keenan. Yordan berpamitan kepada keduanya dan duduk di tempat yang ditunjuknya tadi.

“Apa kabar, Zella?” kata Keenan memulai percakapan.

“Lebih baik,” jawab Grizella dengan ketus. Dia telah memantapkan diri agar tidak gampang luluh dengan apapun yang akan dikatakan oleh Keenan.

Keenan tersenyum pahit. “Aku mau jelasin tentang itu,” kata Keenan melirik Grizella yang hanya diam.

“Aku dijodohin Griz, sebulan setelah kita pacaran. Aku ga bisa nolak, kalau aku nolak perusahaan keluarga ga bakalan turun ke aku. Jadi aku nerima, tapi aku salah karena ga bisa jujur ke kamu.” Keenan berhenti untuk menarik napas.

“Ga lama dari perjodohan itu, aku langsung nikah dan dia hamil. Aku selalu pengen jujur ke kamu, tapi aku ga bisa Griz. Maaf aku jadi nyakitin kamu.” Keenan tertunduk.

Hening.

“Lo dulu beneran sayang ga sih sama gue?” tanya Grizella.

Keenan mengangkat kepalanya menatap lurus ke Grizella. “Sayang. Gue sayang banget sama lo, Zella,” ungkap Keenan. Dia menekan kata ‘gue’ dan ‘lo’ yang terdengar asing di telinganya saat Grizella yang menyebutkan.

“Gue beneran sayang sama lo dan ga ada niatan gue buat nyakitin lo, Zella.”

Grizella hanya diam, jujur dia merasa cukup sakit mendengar perkataan Keenan.

“Tapi, ternyata pada akhirnya gue tetep nyakitin lo. Padahal gue tau gimana susahnya buat lo nerima gue dulu.” Keenan menunduk dalam terlihat menyesal.

Grizella menarik napas dalam. “Setidaknya lo sadar. Gue pikir lo bakal nyangkal kalau udah nyakitin gue,” lirih Grizella.

“Gue sakit banget, kak.” Untuk pertama kali setelah sekian lama Grizella kembali memanggil Keenan menggunakan embel ‘kak’.

“Dari awal lo yakinin gue, lo yakinin gue kalau lo ga bakalan nyakitin gue seperti orang tua gue nyakitin gue. Lo tau ga betapa hancurnya gue waktu itu?” Dengan mata berkaca Grizella menatap lurus ke mata Keenan. Keenan menunduk.

“Gue harus bolak-balik psikiater karena panic attack. Gue-“ Grizella tidak mampu menyelesaikan perkataannya dan mulai menangis.

Yordan yang sedari tadi memerhatikan keduanya. Langsung berdiri bahkan hampir menjatuhkan kursi yang sedang didudukinya. Dia berjalan cepat menuju meja Keenan dan Grizella, tetapi baru 10 langkah dia melihat Grizella mengarahkan tangannya ke depan. Mengisyaratkan agar Yordan berhenti.

Yordan perlahan berhenti melangkah. Sedangkan, Grizella menatap Yordan dan menggelengkan kepalanya. Putus asa Yordan kembali ke mejanya.

“Gue sakit selama ini sampai gue susah untuk buka hati buat orang lain. Gue bingung. Gue pikir waktu itu semua salah gue. Gue salah milih orang, gue salah karena gue lahir.”

No, don’t,” bisik Keenan.

“Kak, I hope u live your happy life. Makasih udah mau jelasin ke gue. Setidaknya selama sama lo gue happy. Walaupun, sakitnya beneran sakit.” Keenan seperti tidak mampu mengangkat kepalanya.

“Udah ya. Kita udah selesai kan?” tanya Grizella tersenyum.

“Iya, Zella,” jawab Keenan.

“Panggil gue Griz aja ya, Kak,” ucapnya.

Well, if you insist.” senyum Keenan.

So, how’s your life, Kak? Are you happy?” tanya Grizella.

I am, Griz. And I hope you will be happy too,” jawab Keenan. “Gue udah punya anak laki-laki sekarang. Lo mau lihat fotonya ga?” lanjut Keenan.

“Boleh,” jawabnya. “Lucu banget.”

“Namanya Ken.”

“Ken, jangan jadi kaya Papa lo ya,” canda Grizella. Keenan ikut tertawa.

Di meja lain, Yordan cukup tenang melihat Grizella bisa tersenyum. Sedikit panik karena penasaran dengan apa yang mereka bicarakan.

“Jadi lo sama Yordan gimana?” Keenan berani untuk bertanya hal yang membuatnya sangat penasaran. “Dia tau tentang orang tua lo?”

“Belum, Kak. Nanti gue bakalan ceritain. Gue pengen selesaiin juga masalah gue sama orang tua gue. Ya biar bisa lebih tenang lagi untuk mulai hubungan baru.”

Good. That’s really good. Good luck, ya. I’m rooting for you. Btw, lo udah kenal orang tua Yordan?” tanya Keenan.

“Belum sih. Ada apa emangnya?”

“Hati-hati aja ya, Griz. Gue bisa kenal sama Yordan juga karena mama kita satu tempat arisan. So, it’s just a little warning.

Grizella tampak sedikit bingung. Tetapi, memilih untuk tidak menampakkan kebingungannya.

“Gue balik duluan ya, Griz.” Keenan berdiri dan pamit untuk pergi duluan.

“Kak tunggu,” tahan Grizella. “Terima kasih tapi maaf untuk kedepannya aku harap kita berdua ga pernah ketemu lagi,” lanjutnya.

Keenan terdiam kemudian menghembuskan napasnya panjang. “Ok. Gue pergi ya, take care

Keenan berjalan ke ara pintu, tersenyum saat melewati Yordan. “Gue balik, jaga Griz dengan baik.” Katanya menepuk pundak Yordan.

Panggilan ‘Zella’ yang disematkan oleh Keenan telah hilang. Yordan sedikit lega. Dia memutuskan untum berjalan menghampiri Grizella.

“Gimana perasaannya?” tanyanya sedikit basa-basi. Terlihat jelas raut wajah lega pada Grizella.

Grizella tersenyum. “Better. Gue dapet apa yang gue mau.”

Yordan ikut tersenyum. “Ayo pulang,” ajaknya. Tanpa sadar menyodorkan tangannya kepada Grizella dan diterima oleh perempuan itu.

Grizella sangat puas hari ini. Menurutnya, salah satu masalah besar di hidupnya telah terselesaikan. Yordan ikut puas melihat wajaht bahagia Grizella. Bahkan, menerima genggaman tangan Grizella sampai ke parkiran.