Tunangan
Prosesi lamaran dan tunangan formal dilakukan pada saat yang bersamaan. Hal itu dilakukan hanya sebagai bentuk formalitas di hadapan banyak orang. Karena sebelumnya Johnny sudah melamar Pamela secara langsung. Bahkan, sudah meminta restu dari kedua orang tuanya.
Prosesi kali ini dihadiri keluarga, teman, dan rekan dari Johnny dan Pamela. Tidak begitu ramai. Keduanya tidak ingin acara yang terlalu ribet. Bukannya tidak ingin mendapatkan restu dari banyak orang. Tetapi, bagi keduanya yang harus selalu berhadapan dengan banyak orang merasa lelah jika harus mengundang lebih banyak lagi.
Pamela yang sedari tadi berada di kamar miliknya—bertiga dengan Kanista dan MUA—mulai merasa gelisah. Rasa gugup menyelimuti tubuhnya. Pamela menarik napas perlahan, berusaha menghilangkan rasa gugup tersebut.
“Pam, tenang aja. Gue yakin bakalan lancar.” kata Kanista menenangkan Pamela.
“Nis, gue takut banget. Ka Jo udah sampai belum ya?” tanya Pamela penasaran.
Mba make up artist yang dari tadi memperhatikan keduanya, perlahan meminta izin untuk keluar. Agar Pamela dapat lebih leluasa untuk mencurahkan perasaannya.
“Udah di jalan sih kata Oma. Tenang aja ya. Lo cantik banget sih, beneran secantik itu.” tutur Kanista menggoda Pamela.
Pamela mulai tersenyum lagi. Sedari tadi dia tidak ingin memainkan handphone miliknya. Dengan sengaja handphone itu diletakkan sangat jauh. Dia ingin menenangkan dirinya.
Selama 10 menit kamar tersebut hanya diisi dengan suara Pamela dan Kanista, walaupun lebih terdengar suara Kanista. Pintu kamar tiba-tiba diketuk dari luar. “Nak,” suara panggilan dari Mama Tari terdengar.
“Ya, Ma. Masuk aja. Kenapa?” saut Pamela sopan dari dalam kamar.
“Ini keluarga Johnny udah sampai, trus Kanista dipanggil sama Oma.” jawab Mama Tari membuka pintu kamar.
“Eh udah sampai ya, cepet juga. Gue ke depan ya, Pam. Lo jangan gugup gitu dong, santai aja.” ucap Kanista kepada Pamela sebelum meninggalkan sang bintang hari ini.
“Iya, bawel. Udah sana aja, Nis.” kata Pamela mengusir Kanista. “Mama nemenin aku kan?” lanjut Pamela bertanya.
“Iya, kamu kan juga mau ke depan sedikit lagi. Tunggu aja.” Mama Tari sedikit terkekeh.
“Ma, kok aku gugup banget ya?” Dengan wajah panik dan tangan dinginnya Pamela menarik kedua tangan Mama Tari.
“Maklum lah, Nak. Namanya juga hari istimewa.” Mama Tari menilik tiap jengkal wajah anak perempuannya. “Mama ga nyangka, anak mama udah ada yang pinang buat dijadiin istri.” Setetes air matanya turun.
“Ma… jangan nangis dong, nanti aku juga ikutan nangis. Make up-nya kan mahal.” kata Pamela mencairkan suasana agar Mama Tari tidak menangis dan juga agar dirinya sendiri tidak menangis.
Pamela keluar dari kamar dengan menggandeng Mama Tari. Perempuan itu tersenyum memancarkan bahwa hari ini adalah hari paling bahagia baginya. Di seberang, terlihat Johnny yang juga tersenyum melihat Pamela terlihat sangat cantik dengan kebaya berwarna hitam elegan senada dengan pakaian Johnny.
Keduanya duduk berhadapan dan prosesi lamaran mulai dari meminta restu, seserahan, dan pertukaran cincin dijalankan. Seluruh rangkaian acara berjalan dengan lancar seadanya. Para undangan pun ikut merasakan kebahagiaan yang dirasakan oleh Johnny dan Pamela sekeluarga.
Pamela dan Johnny saling bertukar pandangan. Keduanya merasakan kebahagiaan teramat dalam. Mereka tahu bahwa masih terlalu awal untuk berbahagia, tetapi keduanya juga tahu bahwa tidak ada yang salah dengan menikmati hari ini. Salah satu hari bersejarah bagi keduanya.
—
Extra:
Di sisi lain, Janu melihat prosesi pertukaran cincin tersebut dengan rasa iri. Kemudian, dia mulai mengajak teman yang duduk di sebelahnya berbicara.
“Dan, gue kapan ya nyusul si John?” tanya Janu kepada Danu atau Danurdara, Kakak dari perempuan yang disukainya.
“Mana gue tau.” jawab Danu singkat.
“Kok lo gitu sih, gue udah dapat restu kan buat deketin Kanis?” Janu sedikit merengek.
“Kanista atau Nissa, bukan Kanis.” tegas Danu.
“Kan itu panggilan sayang gue, Dan.” ucap Janu tidak berdosa. Kemudian mendapatkan tatapan sinis dari Danu.
“Becanda elah, Dan. Tapi, gue beneran iri deh. Lo ga mau nyusul gitu, Dan?” Kali ini pertanyaan yang diberikan Janu terdengar serius.
“Ga tau.” jawab Danu terdengar sedikit pilu.
“Lo masih suka Pamela ya?” kata Janu sedikit curiga dan berusaha berbisik di telinga Danu.
Danu mendorong Janu yang mendekat ke arahnya. Risih katanya. “Udah ga kok. Lo ngapain sih deket-deket kaya mau nyipok gue aja.”
“Kan biar ga ketahuan gue ngomong apa. Tapi btw, belum lama kan lo ga suka sama Pamela? Pas balik lo masih suka kan sama dia?” tebak Janu membuat Danu terdiam.
“Gila lo, emang lo selama di Australia sono ga ada cewe?” serbu Janu.
Danurdara terlihat sedikit berpikir dan mengingat. Dia sempat memiliki “teman” di sana. Tapi, “teman” itu kabur darinya. Bahkan, benar-benar menutup akses Danurdara untuk menghubunginya.
“Ga usah kepo.” tutup Danu. Kemudian pikirannya berputar-putar pada sosok perempuan di Australia itu.