Miss you.
Kalau ada yang bertanya semenjak menikah hal apa yang paling Johnny benci, jelas jawabannya adalah lampu ruang tengah yang mati. Seperti saat ini, Johnny baru saja sampai di rumah setelah 45 menit yang lalu mengabari sang istri bahwa dia akan telat karena lembur. Laki-laki itu mendapati keadaan rumah yang telah gelap gulita. Alasannya cuma satu yaitu karena Pamela sudah tidur.
Tidak ada yang dapat dilakukannya selain masuk ke kamar dan bergegas mandi, kemudian ikut Pamela ke ruang mimpi. Sebelum pergi untuk mandi, Johnny meneliti wajah sang istri. Senyum timbul di wajahnya. Diberikannya usapan pada wajah wanita itu, juga beberapa kecupan. Kemudian dia beralih untuk sedikit “mengobrol” dengan Abey.
Keluar dari kamar mandi Johnny hanya menggunakan celana tidurnya, masih tidak menggunakan atasan apapun. Handuk kecilnya tergantung di pundak sebelah kiri. Pria itu membatalkan tujuannya untuk segera menyusul tidur. Dia lebih memilih untuk duduk di kursi yang ada di pojok ruangan. Bersandar dengan nyaman pada sandaran kursi itu dengan kaki yang terbuka lebar, tangan kirinya sibuk mengeringkan rambut, sedangkan matanya fokus memperhatikan Pamela yang tertidur.
“Ka Jo?” Panggilan tersebut menyadarkan Johnny, dilihatnya Pamela bangkit dari tempat tidur.
“Kok bangun? Tidur aja, ini udah jam berapa.” ujar Johnny.
Pamela menguap dan menggosok matanya dengan punggung tangan kanannya. “Maaf ya aku ketiduran.” Johnny tersenyum mendengar raspy voice yang Pamela keluarkan.
“It’s ok. Lanjut tidur atau mau sama aku sini?” Johnny bertanya sambil membuka kedua tangannya, memanggil Pamela untuk masuk ke dalamnya.
Pamela tidak menjawab, tetapi sudah berjalan dengan langkah gontai membawa selimutnya mendekat Johnny. Wanita itu langsung duduk di antara kedua paha Johnny dengan posisi membelakangi pria itu. Pamela menyandarkan kepalanya di dada lebar Johnny. Kedua tangan Johnny melingkari perut wanita itu. Bibirnya tidak absen menjelajahi daerah tubuh yang dapat dijangkaunya.
“If you… want it, I… can’t. Aku… lagi capek… banget.” ucap Pamela tersendat-sendat.
“I’m not devouring you, love.” He marked her neck. “I just miss you.”
“Actually, I have something to discuss, but it will be better for tomorrow cause I–” Pamela tidak sempat melanjutkan kalimatnya karena wanita itu telah jatuh tidur.
Johnny tertawa dan mengangkat Pamela kembali ke tempat tidur. “Ah, shit I need to wash again.”
Johnny terbangun sendiri di kamar tidurnya. Dia hanya dapat menebak bahwa Pamela pasti ada di dapur atau toilet. Tempat pertama yang ditujunya dengan masih setengah sadar dan rambut berantakan adalah dapur. Pamela yang sedang memasak selalu terlihat seksi di matanya, walau pada kenyataannya Pamela tidak pernah terlihat tidak menawan dan seksi di mata Johnny. “Good morning, love.” Johnny mencium kening Pamela, kemudian pindah ke perutnya. “Good morning, Abey.”
“So what do you want to discuss?” Johnny berdiri tepat di samping Pamela melipat kedua tangannya dan bersandar menggunakan badan bagian kanan.
Pamela terlihat bingung, tangannya berhenti bergerak. “What do you mean?” Tidak berhasil menemukan jawaban dari kebingungannya membuat Pamela bertanya balik.
“Aku ga tau, semalam kamu ngomongnya dengan kesadaran 5 persen sih.” Cara Johnny bicara membuat Pamela tertawa.
“Yaudah kalau aku udah sadar 95 persen, nanti aku sampein ke kamu ya.” Pamela mengatakan itu tetapi perhatiannya jatuh kepada masakannya.
“Kayanya makanan lebih menarik ya dibandingkan ngeliat aku.” Johnny pura-pura merajuk membuat Pamela menghela napas panjang.
“Mulai deh, masih pagi. Udah mending kamu duduk aja nunggu sarapan atau mandi biar ga telat ya.” Pamela sengaja mengusir sang suami agar dapat fokus menyiapkan sarapan untuk keduanya–lebih tepat ketiganya.