julietirw

Kanista menjemput Pamela di cafenya untuk pergi ke bandara. Hari ini hari sabtu seperti yang dijanjikan oleh Danurdara atau singkatnya Danu bahwa dia akan pulang ke Indonesia.

Di sisi lain Janu dan Johnny juga berangkat dari kantor ke bandara untuk ikut menjemput Danu. Tanpa Pamela dan Johnny mengetahui bahwa mereka berdua akan bertemu di bandara.


Pamela dan Kanista sampai terlebih dahulu di bandara. Masih ada sekitar 15 menit sebelum pesawat Danu landing. Mereka berdua memutuskan untuk duduk di salah satu cafe yang ada di bandara.

Kemudian, notifikasi berbunyi dari handphone Kanista menandakan ada pesan masuk. Tidak lama setelah membalas pesan tersebut terlihat dari jauh Janu dan Johnny yang sedang menuju cafe tersebut.

Pamela yang melihat Johnny tentu saja kaget dan reflek memukul paha Kanista. “Lo kok ga ngomong ada Ka Jo?”

Kanista santai menjawab, “Kan lo ga nanya.”

“Ya harusnya lo bisa inisiatif dong, Nis.” kata Pamela.

“Emang aneh ya? Lagian kan ini jemput sepupu sekaligus temen kantornya. Lo takut apa sih, belum cerita ke Ka Jo ya kalo Ka Dadar mantan lo?”

“Iya.” kata Pamela pelan dan sedikit menunduk.

“Udahlah tenang aja, Pam. Lo kaya orang ketahuan selingkuh tau ga. Kan Ka Dadar udah masa lalu.”

“Iya sih, ga enak aja.” kata Pamela sedikit lega tapi masih panik.

Ketika pembicaraan mereka berdua selesai Johnny dan Janu masuk ke dalam cafe tersebut. Johnny juga kaget dan heran melihat ada Pamela. Dia jadi bertanya-tanya ada hubungan apa antara Pamela dan Danu sampai Pamela harus ikut menjemput Danu.

“Hi, Pam.” sapa Johnny.

“Gue ga keliatan ya, Ka John?” ledek Kanista kepada Johnny.

“Iya ga keliatan.” kata Johnny berpura-pura ketus.

“Ngeselin.” ucap Kanista dan beralih menatap ke arah Janu.

“Hati-hati lo berdua ketahuan Danu.” Johnny memperingatkan Janu dan Kanista yang terlihat sangat akrab.

“Ga usah ikut campur Ka John. Udah sana berduaan sama Pamela aja.” balas Kanista sedikit menggerakkan tangannya dengan isyarat mengusir.

“Gue kaget lo ikut jemput Danu.” Johnny membuka percakapan.

“Iya, udah janji soalnya.” jawab Pamela.

“Emang lo-“ belum sempat Johnny menyesaikan perkataannya. Terdengar suara teriakan anak kecil dari arah pintu cafe.

“Mama.”

DEG.

Mereka semua terdiam, termasuk ayah dari anak perempuan tersebut.

“Ilona kok manggil Tante Pamela mama?” Johnny berusaha memecah keheningan yang terjadi di antara mereka.

“Aku yang mau, Om. Trus kata Tante Pamela boleh.” Mendengar jawaban tersebut Johnny melirik ke arah Pamela dengan raut bertanya. Kemudian melirik lagi ke arah Teja.

Kanista yang merasakan hawa tidak enak dari Johnny langsung mengangkat suara. “Kayanya kakak gue udah landing deh. Yuk keluar kita kan mau jemput dia.”

Johnny yang merasa sangat bingung ditambah dengan perasaan campur aduk memutuskan untuk berjalan keluar dari cafe terlebih dahulu.

Pamela tahu bahwa dia salah dan pasti Johnny marah padanya. Pikirannya kacau ditambah lagi Ilona yang tidak ingin lepas dari genggamannya.

Ketika keluar dari cafe, terlihat bahwa Johnny dan yang lainnya sudah bersama dengan Danu. Kedua mata Danu menangkap Pamela yang sedang menggandeng Ilona.

“Hi Pam, kirain kamu ga jadi ikut jemput aku.”

DEG.

Bertambah lagi beban pikiran Johnny. Pamela dan Danu memakai ‘aku kamu’ untuk memanggil satu sama lain.

Pamela melirik ke arah Johnny setelah mendengar omongan Danu. Dia dapat melihat ekspresi muka Johnny yang lebih buruk dari yang tadi.

“Mama, aku pengen pipis.”

SHIT. Rasanya Pamela ingin menangis saat itu juga. Dia merasa sedang diberikan ujian secara bertubi-tubi.

Danu yang mendengar Ilona memanggil Pamela dengan sebutan mama memasang wajah heran dan melihat ke arah adiknya. Kanista memperlihatkan raut wajah yang seolah mengatakan, “nanti gue cerita di rumah.”

Siang itu Pamela memutuskan untuk ikut Teja menjemput Ilona, yang katanya permintaan anak itu. Teja menjemput Pamela di cafe kemudian pergi bersama ke preschool tempat Ilona bersekolah.

Saat menjemput Ilona kemarin, Pamela hanya diam di dalam mobil saja tidak ikut ke dalam preschool. Kali ini dia penasaran dengan preschool yang sering dikatakan sebagai salah satu preschool termahal di Jakarta.

Saat Ilona melihat Pamela ikut datang menjemputnya dia langsung menunjukkan wajah bahagiannya. Ilona lari untuk menghampiri Pamela dan segera memeluknya, “Tante ikut jemput aku? Aku seneng banget.” kata Ilona sambil memeluk kaki Pamela.

Pamela kemudian menunduk dan membuka pelukan itu, kemudian dia memegang bahu Ilona dan mengelus pipinya. “Iya cantik, tante ikut. Katanya Ilona mau tante jemput?” Ilona menunjukkan raut muka yang bingung, tetapi tidak lama dia tersenyum dan berkata, “Iyaaaa tante, aku mau tante jemput.” Kemudian dia menengok ke arah papanya dan tersenyum menunjukkan giginya.

“Tante, mau makan siang bareng aku sama papa ga?” Ilona berinisiatif untuk mengajak Pamela ikut mereka makan siang. Pamela yang baru saja makan dengan porsi yang sangat banyak tentu bersikeras ingin menolak permintaan itu dengan sopan, tetapi dia bingung bagaimana caranya. Melihat hal itu Teja berkata kepada anaknya tersebut. “Tantenya udah makan siang, lain kali aja mau ga?” Tanya Teja sambil merentangkan tangannya kemudian mengangkat Ilona kegendongannya.

“Yah berarti aku makan sama papa aja dong?” kata Ilona sedih.

Pamela yang merasa bersalah karena menolak permintaan anak itu akhirnya memutuskan untuk menyetujui perkataan Teja. “Besok kita makan bareng, mau ga? Tante janji besok jemput Lona lagi deh. Gimana?” Pamela memberikan penawaran ke Ilona.

“Beneran tante? Yeyyy aku jadi ga sabar besok.” Ilona berteriak senang.

Saat berada di parkiran mereka berpapasan dengan keluarga kecil yang juga menjemput anak mereka. Ternyata anak tersebut merupakan teman sekelas Ilona.

Ilona menepuk beberapa kali lengan Teja mengisyaratkan agar Teja menurunkan dia dari gendongannya. Setelah itu Ilona memanggil temannya yang bernama Mario itu. “Mario, kamu mau ikut aku makan siang sama papaku ga?” Tanya Ilona malu-malu kepada Mario.

Mario menjawab pertanyaan dari Ilona kemudian bertanya balik dengan polos, “Aku juga mau makan siang sama mama papaku. Kok kamu makan siang sama papa kamu aja? Mama kamu?” Teja dan Pamela terkejut dengan pertanyaan Mario tersebut.

Orang tua Mario yang sepertinya paham dengan situasi yang sedang terjadi memanggil nama anaknya dengan lembut. Mario berbalik menghadap ke orang tuanya yang hanya melontarkan senyum. Merasa bingung Mario kembali bertanya ke Ilona, “Mama kamu sibuk ya?”

“Iya mama aku sibuk makanya ga ikut. Ya kan, Ma?” Ilona melihat ke arah Pamela dengan mata berkacanya. Merasa terjebak dengan keadaan Pamela hanya mengangguk pasrah untuk menjawab pertanyaan tersebut.

Perjalanan pulang ke cafe sangat diam dan terasa canggung. Pamela meminta diantar ke cafe saja kemudian dengan cepat berterima kasih dan turun.

Johnny berjalan dari dapur rumah Pamela dan menghampiri perempuan yang berada di dalam kamarnya itu sambil membawakan mangkuk berisi bubur yang telah dia panaskan. “Ini makan dulu,” Johnny memberikan mangkuk itu ke Pamela “Atau mau gue suapin?”Pamela terkejut dengan pertanyaan yang dilontarkan Johnny.

“Ga usah becanda, Ka Jo.” kata Pamela sambil berusaha tertawa walaupun dalam hati dia sangat panik.

“Siapa yang becanda sih? Gue serius kali, mau disuapin ga?” Johnny hampir saja mengambil kembali mangkuk tersebut, tetapi Pamela dengan cepat berkata “Ga, ga perlu gue masih bisa makan sendiri kali, Ka. Ga lagi sekarat.”

Johnny menatapnya tidak lama, kemudian berkata “Ok. Selamat makan, cantik.” Tangannya mengelus puncak kepala Pamela. “Gue potongin buah mau ga?”

“Boleh, mau apel deh. Ada di kulkas kok, anggap rumah sendiri aja, Ka Jo.” kata Pamela sambil menyuapkan bubur ke dalam mulutnya. “Iya, latihan dulu, serumah benerannya nanti.” balas Johnny. Pamela otomatis menghentikan tangannya yang sedang memegang sendok kemudian menengok heran ke arah Johnny.

“Kok gitu banget sih ngeliatinnya? Jangan kaget-kaget dong kalau nanti tiba-tiba gue lamar yang ada lo pingsan.” Pamela semakin melotot mendengar perkataan Johnny yang dirasanya keluar begitu saja tanpa dia pikirkan.

“Ka Jo, lo tuh aneh banget asli. Udah deh sana ambilin gue apel dulu.” Pamela berusaha untuk menutupi kegugupannya.

Johnny tertawa sambil berjalan ke arah pintu. Kemudian menutup pintu kamar itu dan pergi ke dapur untuk mengambil apel dan pisau. Sedangkan, Pamela masih menyuapkan beberapa sendok makanan ke mulutnya. Saat kembali dari dapur Johnny melihat mangkuk yang tadinya berisi bubur itu telah kosong. “Selera makan lo ga ilang ya pas sakit gini?” tanyanya.

“Ga sih, Ka, gue ga yang sakit-sakit banget cuma kecapean aja.” kata perempuan itu.

“Tetep aja sakit, makanya kan kemarin gue takut banget lo sakit kaya gini. Eh kejadian deh.” ucap Johnny sedikit sedih.

“Kok lo jadi merasa bersalah gini sih, Ka Jo? Maaf ya gue sakit. Tapi, udah gapapa kok serius.” Pamela yang sedang duduk di atas kasurnya itu membuka tangannya lebar memanggil Johnny untuk masuk ke dalamnya. “Coba sini katanya mau peluk.”

Johnny langsung meletakkan apel yang dibawanya ke meja dekat situ dan masuk ke dalam pelukan Pamela. “Ah, gue jadi males ke kantor.” Pamela tertawa mendengar pernyataan itu.

“Ke kantor dong, Ka, gue ga mau sama cowo yang males kerja.” Pamela ingin melepas pelukannya, tetapi Johnny malah mengeratkan pelukan itu dan terus berusaha mencari posisi nyamannya. “Just stay like this for a minute. God, you’re really hot. I mean literally hot. Shit this sound wrong.” kata Johnny tertawa yang membuat Pamela juga ikut tertawa.

Mereka diam dalam posisi tersebut sekitar 5 menit. Kemudian, terdengar suara kaget dan hembusan nafas yang sangat keras dari depan pintu. Terlihat Jenggala a.k.a Gala sedang berada di depan pintu kamar kakaknya tersebut.

Johnny berjalan memasuki cafe yang siang tadi sempat didatanginya. Mendekat ke arah perempuan yang sedang duduk membelakangi pintu masuk.

Saat tepat berada di belakang perempuan itu, Johnny mengeluarkan suaranya pelan memanggil perempuan yang ada di depannya. “Pam,” yang dipanggil hanya bergumam tanpa menatap ke arah Johnny. “Gue beneran ga ada maksud ke arah situ. Iya gue sadar kata-kata gue itu salah banget. Tapi, jujur dari dalam hati gue sama sekali ga berpikir kaya gitu.”

“Gue cuma pengen lo bisa istirahat aja. Lo baru pulang dari liburan dan tiba-tiba energi lo diforsir banget.” Johnny menjelaskan panjang lebar alasannya masih dengan berdiri di belakang Pamela.

“Gue cuma ga mau lo sakit aja.” lanjutnya pelan sambil menghembuskan nafas perlahan.

“Ga jadi lembur?” bukannya membalas perkataan Johnny, Pamela malah memberikan pertanyaan lain kepadanya.

“Pam, jawab dulu. Maafin gue ya. Gue cuma takut lo malah sak-“ belum sempat Johnny menyelesaikan perkataannya tadi Pamela menghadap ke arahnya.

“Ka Jo, maafin gue juga ya. Mood gue emang ga bagus banget dan karna gue cape makin hancur deh moodnya. Lo ga perlu minta maaf sih sebenarnya.” Pamela menatap tepat di mata Johnny dan tersenyum.

“Tetep aja gue salah, ga seharusnya ngomong kaya gitu. Padahal gue bisa sampein maksud gue dengan baik.” Johnny masih dengan posisinya yang tadi walaupun sekarang Pamela tidak lagi membelakanginya.

“Duduk dulu, Ka Jo.” kata Pamela dan menarik tangan Johnny untuk duduk di kursi yang ada di sebelahnya. “Kerjaan Ka Jo udah selesai ya?” tanyanya kepada Johnny.

“Belum, Pam, gue ga nyaman aja kalau belum dimaafin.” Johnny yang telah duduk itu hanya dapat menunduk seperti lebih tertarik dengan pandangan lantai di bawah dibandingkan perempuan yang ada di sampingnya.

“Ka, gue ga marah. Gue cuma lagi cape aja.” Pamela berusaha agar Johnny mau menatapnya. “Gue kalau lagi cape emang gini. Kenapa sih lo kaya gini banget cuma karna gue.” Pamela mulai sedikit tertawa dengan reaksi yang diberikan Johnny kepadanya. Selama ini tiap moodnya sedang kacau dia lebih memilih untuk tidak menemui orang-orang lain.

Johnny memberanikan diri melihat ke arah Pamela, tepat di mata perempuan itu. “Ya karna gue itu sayang sama lo Pam.” Johnny tampak sedikit frustasi tapi tetap berusaha mengatur emosinya. Dia sedikit kesal dengan caranya mengungkapkan perasaannya itu. Mereka berdua akhirnya terdiam sibuk dengan pikiran masing-masing. Padahal suasana di cafe cukup hiruk pikuk.

Setelah 5 menit diam Pamela mulai berbicara kembali, “Bukannya lo yang minta take it slow aja ya Ka Jo?” katanya sedikit tertawa berusaha mencairkan suasana.

“Iya, tapi bukan berarti kita bakalan kaya gini terus kan Pam? Lo belum siap buat mulai hubungan lagi jadi gue nungguin sampe lo siap.” Johnny masih berusaha berbicara sehalus mungkin, masih menjaga emosinya. Pamela baru saja ingin membuka mulutnya dan mengatakan bahwa dirinya sudah siap, tetapi Johnny sudah lebih dulu melanjutkan perkataannya.

“Lo kan tau yang paling penting buat gue itu lo ada di sekitar gue. Itu aja. Gue mau kita mulai hubungan di saat kita berdua udah benar-benar siap,” lanjutnya. “Gue mau kita lebih kenal satu sama lain. Kita belum kenal banget, Pam. Buktinya gue ga tau kalo mood lo bisa cepat jelek pas capek. Gue maunya kita udah saling kenal baik buruk masing-masing. Jadi kalau misalnya kita akhirnya sama-sama dan ada masalah ya bisa dibicarain baik-baik. Buat gue komunikasi itu nomor satu, Pam. Dan gue tau lo juga pasti gitu kan?”

Pamela mulai mencerna perkataan-perkataan Johnny. Terpaksa dia menelan kembali kata-kata siap untuk memulai hubungan yang ingin dikeluarkannya tadi. “Iya gue setuju, Ka Jo.” singkatnya. Kemudian dia sadar bahwa dia sama sekali belum menawarkan Johnny minum. “Btw, mau minum apa?”

“Ga usah deh, yang penting udah clear kan Pam? Gue balik kantor dulu. Btw, gue bakalan sibuk banget banyak laporan perdivisi. Jadi mungkin ga bakalan sering ketemu. Gapapa kan?” tanyanya.

Pamela hanya mengangguk dan tersenyum. Johnny bersiap berdiri untuk meninggalkan Pamela. Tetapi, sebelum benar-benar beranjak pergi dia berbalik dan menarik Pamela ke pelukan. “Don’t get sick, pretty. I’ll be sad.

“Hai, sorry ya lagi rame banget.” Pamela menghampiri meja tempat Johnny dan Janu duduk. Dia langsung menghempaskan bokongnya ke atas kursi yang ada. Terlihat bahwa hari pertamanya kembali bekerja sangat melelahkan.

Johnny menyodorkan minuman ke arah Pamela dan berkata, “It’s ok, Pam. Lo mau minum dulu?” tanyanya.

Thanks, gue sampe lupa minum.” kata Pamela kemudian meneguk vanilla latte yang dipesan oleh Johnny tersebut. Tidak, Johnny tidak memesan itu untuk dirinya. Dari awal dia inisiatif untuk membelikan Pamela minuman. Walaupun jelas ini adalah cafe milik Pamela.

“Ohiya kenalin Pam, ini Janu. Janu ini Pamela.” Johnny memperkenalkan kedua orang tersebut. Tanpa canggung Janu langsung tersenyum dan memajukan tangannya ke depan, “Janu Adinata, gue temennya Johnny sekaligus CEO di Arshkan.”

Pamela tanpa ragu meraih tangan tersebut dan bersalaman dengan Janu sambil tersenyum. “Halo ka Janu, gue udah sering denger lo dari Nisa. Kenalin gue Pamela.”

Janu yang mendengar nama pujaan hatinya disebutkan langsung antusias. “Nisa? Kanista? Serius lo? Dia cerita apa saja?” Johnny hanya melihat ke arah Janu dengan kesal. “Gue laporin Danu lo ya.” kata Johnny sambil memukul bahu Janu pelan. “Ngadu mulu lo kerjaannya,” keluh Janu.

Tanpa mereka sadari Pamela sempat menunjukkan mimik muka terkejut saat Johnny menyebutkan nama Danu. Dia kembali teringat bahwa Johnny dan Danu adalah saudara sepupu. Selain saudara sepupu mereka juga bekerja di tempat yang sama. Dia berpikir untuk segera memberitahu ke Johnny bahwa mantan yang dimaksudnya itu adalah Danu.

Setelah sibuk dengan pikirannya sendiri, Pamela melanjutkan obrolan. “Ohiya Kanista lagi otw ke sini, tadi dia sempat chat gue.”

“Asik seru nih, ga salah gue minta ke cafe lo kalo gini.” seru Janu yang merasa bahwa ini adalah hari keberuntungannya.

Mereka melanjutkan obrolan hingga suara seorang perempuan memecah obrolan tersebut. “PAMMMM GUE KANGEN BANGET.” Teriak seorang perempuan yang baru saja datang dan memeluk Pamela. Teriakannya membuat hampir satu cafe melihat ke arahnya. Iya, sudah jelas itu Kanista yang baru saja menghampiri mereka.

“Nisa suara kamu volumenya dikecilin dikit ga bisa?” Johnny langsung saja menegur adik sepupunya tersebut.

“Ya maap ka Johnny cakep, lo sih bawa kabur sahabat gue ke Sumba kan gue kangen.” Usil Kanista sambil tertawa kemudian dengan cepat melanjutkan perkataannya karena tidak ingin mendengarkan sanggahan dari Johnny. “Ada oleh-oleh ga buat gue?” Johnny hanya dapat menghembuskan nafasnya.

“Gue kan ke Sumba sendirian Nisa.” Ternyata malah Pamela yang menyanggah pernyataan Kanista di atas. “Hehe becanda kali elah.” Kanista batal duduk dan pergi untuk memesan minuman juga sepotong cake.

“Dia ga liat gue ya?” tanya Janu dengan heran yang menimbulkan tawa dari Pamela dan Johnny.

Kanista balik sambil membawa pesanannya dan duduk tepat di hadapan Janu. Dia tersenyum dan menyapa Janu dengan suara yang berbeda dari sebelumnya, tidak terdengar teriakan-teriakan seperti sebelumnya. “Halo ka Janu, apa kabar? Udah lama banget ga ke rumah.”

Janu yang merasa akhirnya terlihat oleh Kanista langsung tersenyum bahagia. “Iya nih gue ga bisa ke rumah lo kalo ga ada Danu.”

“Maafin ya Ka Dadar emang gitu, nanti ajakin Ka Johnny aja kalo mau ke rumah. Eh, tapi dia udah mau balik tuh.” balas Kanista.

“Sorry banget Nis gue potong, gue lanjut kerja dulu ya kalian ngobrol aja. Makin rame nih soalnya.” Pamela berdiri tersenyum ke arah Johnny dan beranjak pergi dari meja tersebut. Johnny membalas senyum itu dengan hangat. Janu dan Kanista hanya menganggukan kepala kemudian melanjutkan obrolan mereka.

Disclaimer:

  • Mohon maaf jika ada kesalahan dalam penjelasan saya mengenai Sumba, karena saya menulis hanya berdasarkan desktop research. Terima kasih.

Selama 3 hari ini dimulai dari selasa sampai kamis mereka memutuskan untuk menggunakan jasa tour guide. Karena pada hari sabtu dan minggu kemarin mereka berdua sudah cukup bermain di sekitar pantai Nihiwatu, maka mereka memutuskan untuk mengelilingi Sumba.

Mereka telah bermain di Pantai Nihiwatu, berkuda dengan kuda Sumba, surfing, berjemur. Bahkan, telah pergi ke desa sekitar untuk melihat kehidupan orang Sumba disekitar sana. Johnny yang pada dasarnya datang untuk surfing pun tidak mungkin melewatkan surfing di Pantai Nihiwatu yang ombaknya dijuluki sebagai Left God Wafes karena Pantai Nihiwatu mempunyai ombak tercepat di dunia.

Beberapa tempat wisata yang akan didatangi menurut tour guide mereka adalah kampung adat Ratenggaro, Tarung, dan Bodo Ede. Tak lupa juga Desa Tebara yang pernah menjadi Desa Terbaik Nasional tahun 2018.

Selain kampung adat, mereka juga akan menjelajahi beberapa wisata air terutama pantai lainnya seperti Pantai Walakiri, Laguna Weekuri, Air Terjun Matayangu, dan Bukit Wairinding. Ada sangat banyak destinasi wisata lainnya di Sumba.

Pamela dan Johnny sangat menikmati 3 hari tersebut. Mereka merasa sangat puas dapat menghabiskan waktu melihat keindahan tersebut. Beberapa kali sang tour guide menggoda mereka, karena berpikir bahwa mereka berdua adalah sepasang suami istri yang sedang berbulan madu.

Hari benar-benar berlalu sangat cepat. Bahkan, mereka baru sadar ketika telah sampai di depan pintu kamar. Besok mereka akan meninggalkan tempat ini. Tempat yang menjadi saksi awal mula hubungan mereka.

“Gue mandi duluan ya, Ka Jo.” kata Pamela sedetik setelah masuk ke dalam kamar. Dia meletakkan tasnya di atas meja. Kemudian, bergegas mengambil bathrobe dan perlengkapan lainnya ke dalam kamar mandi. Bahkan, Johnny belum sempat menganggukan kepala untuk mengiyakan. Tidak lama kemudian terdengar suara gemercik air.

Johnny memutuskan untuk memainkan smartphone-nya. Dia menonton kembali video yang direkamnya tadi. Terlihat Perempuan berbusana putih sedang tersenyum dengan bahagia.

Johnny bergegas untuk check out dari kamar yang menemaninya dari hari pertama di Nihiwatu ini. Memberikan kartu kamarnya ke receptionist dan berjalan kembali masuk menuju kamar Pamela.

Saat berada di depan kamar tersebut Johnny cukup gugup. Padahal, kemarin juga dia sudah pernah berdiri dan mengetuk kamar ini. Rasanya berbeda karena hari ini dia datang bukan hanya untuk mengajak Pamela pergi, tetapi untuk masuk ke dalam kamar ini.

Johnny menekan bel yang ada di depan kamar itu dan berseru dengan suara pelan, “Pamela”. Tidak lama kemudian seseorang yang bernama Pamela itu membukakan pintu dan mempersilahkan Johnny yang sedang menenteng kopernya tersebut untuk masuk.

“Kopernya taroh di mana aja deh, Kak.” Pamela mengatakan itu sambil sedikit melakukan peregangan di pagi hari.

“Ok. Gue taroh sini aja ya.” Johhny meletakan kopernya di dekat sofa.

“Gue ada 2 pilihan film. 500 days of summer or before sunrise?” tanya Pamela kemudian dia melanjutkan, “Dua-duanya film favorite gue sih, Ka. Pengen rewatch aja.”

Well, both is great. But, I choose before sunrise.”

“Ah thank God. Gue juga pengennya itu, a masterpiece banget ga sih film itu, Ka. Stranger yang ketemu di kereta dan akhirnya malah ended up jalan berdua sampe pagi. Gue suka karna filmnya full conversation gitu.” Pamela berbicara dengan sangat semangat sambil terus tersenyum bahagia.

Johnny tersenyum, “Lo ngerasa ceritanya kaya kita ga sih pam?”

Pamela berpikir sebentar, “not really sih. Soalnya kita udah pernah ketemu dulu secara ga sengaja hahaha. And btw kita ga ngehabisin satu hari doang. Trus kita ga sebodoh mereka yang ga tukeran kontak. Lo udah nonton lanjutannya kan ka?” Pamela benar-benar sangat cerewet jika menyangkut hal-hal kesukaannya.

“Udah, film trilogy kan.” Johnny berkata yakin.

“IYAA.” suaranya sedikit berteriak. “Eh maaf ka jo hehe. Excited aja gitu kalau ada yang tau gue bahas apa.”

Well, that’s cute.” kata Johnny yang membuat Pamela bersemu merah.

“Yaudah yuk nonton, oh kalau mau pesan makan pesan aja. Gue tadi udah pesan sih ka, tapi takut aja kurang. Kita kan dari pagi gini. Almost siang sih, tapi bakalan sampai malam.”

“Udah itu gampang nanti kita pikirin lagi. Abis nonton lo mau ngapain?”

“Pengen berenang di kolam renang sih ka. Nanti fotoin yaa.”

Well, that’s my job right?”

“Hahaha maaf ya seorang COO malah jadi tukang fotonya seorang pamela yang biasa aja ini.”

Hey, don’t say that. It’s my honor to be your photographer.”

Thank you. Udah ah ayok nonton.” Pamela sedikit tidak sabar.

Mereka menghabiskan hari itu dengan menyenangkan walaupun tidak jauh-jauh dari hotel. Hal itu membuat Johnny makin berpikir mengenai apa yang selama ini dia cari. Apakah Pamela adalah orang yang selama ini dia cari? Orang yang dapat membuatnya nyaman hanya dengan ada di dekatnya tanpa melakukan apa-apa.

“Tumben ga telat.” Johnny menyapa saat melihat Pamela berjalan mendekatinya.

“Kaya tau gue suka telat aja lo, Ka.”

“Pengalaman 2 hari ini aja sih.” Johnny tertawa.

“Yaudah yuk.” Pamela mengajak Johnny untuk segara berpindah ke tempat makan yang telah direservasi oleh pria tersebut.


“Asli ini cakep banget sih, Ka. Ga jauh beda sih dari kemarin tapi lebih cakep.” Pamela berseru dengan mata yang berbinar.

“Iya kan, padahal tempatnya cuma geser dikit.” Johnny secara perlahan menarik kursi untuk didudukinya.

“Pam, gue nyaman banget sih ngabisin waktu kaya gini sama lo.” Johnny mengakui perasaanya. “Sayang banget gue harus balik besok.” Senyuman di wajah pria itu perlahan memudar.

“Kaya ga bakalan ketemu di Jakarta aja deh, Ka.” Pamela mencoba untuk sedikit mencairkan suasana.

“Ya beda lah. Tapi, gue bakalan sering ke cafe lo. Kuenya enak.” Belum sempat membalas perkataan Johnny, mereka diinterupsi oleh suara pelayan yang mengantarkan makanan.

“Makan dulu aja yuk,” ajak Johnny. “Gue tau lo udah lapar banget.”

Pamela tertawa dan mengambil piring miliknya. “Selamat makan ka Jo.”

“Selamat makan juga Pamela.”


Setelah menyelesaikan makan malam tersebut. Mereka melanjutkan kegiatannya sama seperti kemarin yaitu saling memberikan pertanyaan satu sama lain. Sampai tiba-tiba Pamela membahas topik mengenai liburan ini.

“Lo yakin besok balik, Ka?” tanya Pamela ragu-ragu.

“Ya, yakin lah. Gue harus kerja. Kalau ga si Janu bisa ngamuk.” Johnny tertawa mendengar pertanyaan Pamela.

“Sebenarnya gue juga nyaman banget sama lo, Ka. Gue bukan orang yang gampang buat deket sama orang baru. But, I can say you’re different.” Johnny tersenyum dan tetap diam agar Pamela dapat melanjutkan kalimatnya.

“Jujur gue tadi mau ngajak lo, buat manjangin cuti,” Pamela menengok ke arah Johnny yang sedang menatapnya dalam.

“Kita tetep lanjutin trip ini.” Pamela mengatakannya secara perlahan, tetapi jelas terdengar di telinga Johnny.

“Nanti lo ga perlu ambil kamar lagi, kita bareng aja.” Suaranya semakin menciut sampai di akhir kalimat. Tentu saja Johnny yang mendengarnya terkejut.

“Lo serius?”

“Iya, Ka Jo. Lo kan tau satu malam di sini mahal banget. Lagian kamarnya besar kok. Mungkin duit bukan masalah lo juga sih. Aduh gue bego banget ya.” Pamela berusaha tertawa dengan tingkah bodohnya.

“Gue mau.”

“Ha?”

“Iya gue mau. Jangan ditarik lagi ucapan lo.”

Pamela dan Johnny berusaha untuk menahan senyumannya. Terkadang, 2 hari akan lebih berarti dibandingkan 2 tahun jika bersama orang yang tepat. They don’t need to tell each other about their feelings. They know it. Just by looking at each other. They felt comfortable.

“Ayo jalan, Ka Jo.” Ajak perempuan yang sedang menenteng cardigan berwarna putih tersebut.

“Loh jadinya pake hoodie, tapi kok tetep bawa cardigan?” tanya Johnny heran.

“Soalnya kan bakalan sampai pagi, gue mau foto di sunrisenya cakep gitu pake bikini hehe.” Jawabnya terkesan malu-malu.

“Ah gitu, yaudah yuk jalan.” Johnny mengajak Pamela untuk segera pergi.

Tempat yang mereka datangi adalah sebuah cafe yang langsung berhadapan dengan pantai. Keduanya memutuskan untuk duduk dan memesan minuman sambil bertukar cerita.

We can talk about everything.” Johnny memulai pembicaraan. “Mungkin lo masih belum bisa terbuka ke gue, it’s ok. Gue aja deh yang mulai dan gue bakalan straightforward ya.” lanjutnya.

Pamela meneguk salivanya. Cukup kaget dan grogi dengan pernyaataan sadar Johnny.

“Ka Jo,” Pamela mengecilkan suaranya. “Lo belum mabok kan? Kita baru aja pesan minuman, belom sampe lo udah mabok kan ga lucu.” Pamela berusaha untuk tertawa.

“Hahahaha, ga kok. Gue emang gini Pam. Sorry kalau lo gak nyaman.” Johnny merasa Pamela sangat lucu saat ini.

“Ihh, ga kok. Kaget aja,” katanya terkekeh. “Ga asik ah kalo langsung cerita, ga ada tantangannya. Gimana kalo kita main games gitu. Tapi apa ya ada saran ga?”

“Iya juga. Apa ya?”

“Oh gimana kita main truth or drink? Tapi tungguin minumannya datang ya.”

“Boleh.”

Setelah 10 menit menunggu minuman pesanan mereka datang. Mereka kembali memesan beberapa cemilan termasuk minuman tambahan, takutnya mereka hanya akan menghabiskan waktu di sini tanpa pergi ke tempat lain untuk menunggu matahari terbit.

Putaran pertama Pamela yang menang, maka dia mengajukan satu pertanyaan kepada Johnny atau Johnny harus meneguk satu kali minumannya. Johnny memilih untuk menjawab pertanyaan.

“Lo kerjanya apa?” tanya Pamela

“Gue pikir lo udah tau? Emang tadi siang kita tuh masih kurang cerita tentang diri sendiri ya. Malah ceritain si bocah Kanista.” Johnny ketawa karena merasa bodoh

“Ya gimana tadi itu kan kita baru kenal banget. Mutual friend kita juga Kanista, eh sepupu lo sih. Tapi, ada tau kita bahas tentang diri sendiri kaya buku, film, dan lainnya. Gue aja yang lupa banget nanyain pekerjaan lo. Gue yang salah.” Di akhir Pamela berpura-pura menunjukkan wajah sedihnya. Johnny makin gemas dan ingin sekali rasanya mencubit pipi Pamela.

“Pam, sumpah lo gemes banget. Gue ga bohong. Ok gue jawab ya. Jadi gue kerja di Arshkan Advertising posisi gue COO di kantor itu.”

Pamela terdiam. Perempuan itu kaget mengetahui fakta bahwa ternyata bukan hanya sepupu saja, tetapi Johnny dan Danurdara juga bekerja di perusahaan yang sama. Kemudian dia teringat belum membalas pesan dari Danurdara sejak tadi.

“Pam?”

“Ah iya ka Jo, duh maaf gue tuh kadang ga merhatiin banget. Ternyata di situ ya kerjanya.” Suaranya menciut di akhir kalimat.

“Iya, lo tau?”

“Tau kok. Kak Danurdara kerja di sana juga kan?” Pamela tidak takut untuk mengangkat topik mengenai Danurdara.

“Bener banget. Lo kenal juga ya sama Danu, kok bisa gue ga kenal lo sebelumnya hahaha.”

“Belum jodoh kali kak.” Pamela menjawab dan kemudian mengambil minumannya.

“Loh sekarang udah jodoh ya?” Mendengar pertanyaan itu tentu saja membuat Pamela tersedak.

“Eh, ini tissuenya.” Johnny memberikan tissue tersebut.

“Lo ngomong yang bener dong kak. Hampir aja gue mati tersedak air ludah sendiri. Eh ada minumannya dikit sih.”

“Hahaha okey next aja ya.”

Mereka menghabiskan waktu untuk mengenal satu sama lain secara lebih lagi. Jujur saja Johnny tidak ingin menyia-nyiakan waktunya. Senin dia sudah harus pulang ke Jakarta lagi.

Johnny sangat menunjukkan ketertarikannga terhadap Pamela. Tetapi, sebelum bertanya beberapa hal dia selalu memastikan terlebih dahulu apakah pertanyaan tersebut boleh ditanyakan. Terutama jika dia merasa sudah sedikit masuk ke ranah pribadi Pamela.

Pamela tentu saja merasakan bahagia yang sangat. Sulit menemukan lelaki seperti Johnny Asmaralaya ini. Bahkan, pembicaraan mereka selalu bisa saling mengisi, rasa humor mereka pun sama. Pamela juga selalu balik bertanya pertanyaan-pertanyaan yang ada di benaknya.

Hingga waktu menunjukkan pukul 04.00 WITA.


Mereka memutuskan untuk berjalan ke arah pantai bersama. Bahkan, Pamela mengajak Johnny untuk menaiki perahu dan memotretnya di atas perahu tersebut.

Setelah tadi menghabiskan banyak waktu untuk berbicara mengenai satu sama lain. Mereka banyak diam dan berpikir. Keduanya merasakan ketertarikan antara satu sama lain semakin kuat. Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi kedepannya. Sehingga, mereka hanya dapat berharap untuk skenario terbaik.

Udara dan semilir angin di pagi hari ini sangat sejuk. Pamela yang sejak kemarin menghabiskan waktu di dalam kamar dan hanya berselimut, kembali mengeratkan selimut dalam pelukan.

Perempuan itu sudah lebih sehat dibandingkan kemarin. Mungkin itu juga termasuk efek dari pikiran-pikirannya. Kali ini dia dapat berpikir lebih jernih tentang perasaannya.

Sedikit bersyukur juga karena Johnny tidak memaksanya untuk berbicara. Mungkin dia akan sangat membenci hal itu. Keduanya tahu cara untuk memperlakukan satu sama lain.

Komunikasi tentu penting, tetapi ada saatnya yang dibutuhkan dalam hubungan adalah waktu sendiri atau bisa juga disebut dengan me time. Dan kemarin Pamela membutuhkan waktu itu dan Johnny memberikannya.

Pamela meraba-raba kasur tempatnya tengkurap berbungkuskan selimut. Handphone merupakan benda yang dicari-carinya. Tidak merasakan keberadaan handphone miliknya, Pamela keluar dari dalam selimut.

Tetapi yang pertama kali ditatapnya adalah seorang laki-laki yang kurang lebih 24 jam lagi akan resmi menjadi suaminya. Tersenyum dengan sangat manis sampai membuat kerutan di sekitar matanya.

“Kamu nyari ini?” tanya Johnny mengangkat handphone milik Pamela di tangan kanannya. “Tadi hampir jatuh, jadi aku ambil aja,” jelasnya.

Pamela tidak menjawab, tetapi terus menatap Johnny dalam.

“Masih marah sama aku?” tanya Johnny. Laki-laki itu mendekat dan duduk di pinggir kasur. Membelai rambut Pamela berkali-kali.

I'm not mad at you,” kata Pamela.

Yap, you're not.” jawab Johnny tertawa. Laki-laki itu menarik Pamela ke dalam pelukan dan terus membelai rambutnya pelan. Pamela meletakkan wajahnya dengan nyaman di bahu Johnny.


“Sekarang mau bicara ga?” tanya Johnny membuat sedikit jarak dengan Pamela.

Pamela menganggukan kepalanya, “iya.”

Johnny dan Pamela mengeluarkan segala keluh kesah yang dirasakan keduanya. Menjelaskan perasaan satu sama lain dan mencari solusinya bersama.

“Sayang, anggap kepercayaan itu pagar untuk rumah, dan rumah itu melambangkan kita berdua. Jelas bakalan banyak badai dan hal-hal lain yang menerjang. Badai itu ibarat omongan-omongan orang. Semakin tinggi pagar kita, semakin susah badai berusaha untuk ngerusak rumah kita. Mau sebesar apapun badai itu, kalau pagar kita terus tumbuh tinggi ga akan ngasih pengaruh apa-apa ke rumah kita.” Johnny menjelaskan dengan perumpamaan.

“Tapi, badainya tetep bisa nyakitin aku, Ka Jo.” jawab Pamela.

Johnny paham maksud Pamela apa. “Aku janji bakalan lindungin kamu dari badai itu. Cerita ke aku ya, jangan dipendam sendiri.”

Pamela merasa lebih tenang, setidaknya penjelasan dari Johnny cukup untuk menenangkannya.